Jumat, 05 Juni 2020

Penunggu Rumah Baru


DUNIAHORROR - Halo semuanya,Pada kesempatan kali ini saya akan
bercerita tentang "Penunggu Rumah Baru".
Hati hati dalam membaca, mereka tidak hanya ada didalam cerita melainkan hidup berdampingan dengan kita.

See u on the story! 

 "Hati - hati dijalan ya mas" ucapku kepada mas Arditho, seorang suami yang begitu baik dan menyayangiku."Kamu nanti berangkat kerja hati - hati ya" balas mas Arditho sembari mengambil kunci motornya diatas meja.Setiap hari mas Arditho pagi - pagi sudah berangkat kerja karena jaraknya kantornya jauh, sedangkan aku berangkat kerja ketika matahari sudah menunjukkan keindahannya. 

"Geeerrr, Gerrrrr, Gerrrrr" ponselku bergetar, sepertinya ada panggilan. "Halo," jawabku pada mas Ardhito, tumben saja siang begini suami menelepon siang begini. 

"Sayang, siang ini aku mau ke perumahan Permata. Mudah - mudahan ada rumah yang cocok" kata mas Arditho.Setelah 2 tahun menikah kami memang mengontrak rumah, sebenernya orang tuaku sudah menawarkan rumahnya untuk kami pakai. Tapi, mas Arditho sangat mandiri dan tidak mau memberatkan orang tuaku.

Sudah sangat lama kami menabung uang untuk membeli rumah, hanya saja belum ada rumah yang cocok lokasinya, kami mencari rumah yang dekat dengan kantorku dan kantor mas Arditho kalau bisa yang strategis tidak jauh dari tempat perbelanjaan.Sepulang bekerja aku biasanya ke tempat perbelanjaan dulu, membeli bahan makanan untuk makan malam dan besok pagi. Capek memang ketika pulang bekerja harus masak lagi, karena kami cuma tinggal berdua tak apalah dari pada menggaji pekerja rumah tangga. 


"Tok, Tok, Tok" sepertinya mas Arditho sudah pulang, aku bergegas membuka pintu, "Assalamuallaikum" "Waalaikumsalam" ya seperti itulah ketika pulang bekerja, karena jiwa yang masih muda selepas mengucap salam biasanya mas Arditho mencium keningku. Kamu masak apa hari ini sayang ?" ucap mas Arditho yang begitu manja, setelah lelah bekerja seharian. "Aku nyambel cumi goreng, sama kangkung tumis kesukaan kamu" lalu kuambilkan piring dan membuatkan nasinya. "


"Jadi bagaimana rumahnya mas ?" kubuka obrolan ketika mas Arditho yang sudah mulai makan. "Cocok kayaknya buat kita, kalau ke kantor aku sekitar 30 menit, kamu sekitar 20 menit, kalau kamu pulang kerja bisa belanja makanan di stasiun lama" jelas suamiku yg begitu tampan.Setelah makan, aku penasaran dengan bentuk rumah yang dibilang mas Ardhito seperti apa bentuknya, "Mas kamu ada foto rumah itu ga ?" tanyaku sambil duduk di dekatnya. "Oh, ada nih coba kamu lihat" sambil memberikan ponselnya kepadaku. 


Bentuk rumahnya begitu bagus, dengan 2 kamar tidur kamar mandi dalam, dan ada 1 kamar mandi yang menepel di dekat dapur, begitu juga yang paling aku suka, desain dapur dan ruang makannya bisa membuat aku lebih semangat lagi memasak. "Jadi kapan kita mau ngambil rumahnya mas ?" karena sudah naksir duluan aku pinta kepada mas Arditho agar membeli rumah itu segera. "Sabtu kita lihat lagi rumahnya dan kalau bisa minggu kita sudah pindahan" jelas mas Ardhito menjawab rengekanku 


"Makasih ya mas, aku sayang banget sama kamu" ucapku sambil memegang pipinya, "Kamu tuh kaya masih pacaran saja" balasnya sambil mencium keningku.Tok, Tok, Tok" seperti ada mengetuk, karena mas Arditho sudah tertidur, kupakai bajuku dan kubuka pintu. "Tidak ada siapa - siapa" ada saja orang iseng malam begini pikirku dalam hati. Kuputuskan untuk masuk lagi, kututup pintu tapi "Kok ga bisa ya ?" "


Seperti ada yang mengganjal, kulihat ke arah ubin melihat apakah ada mengganjal, "Aaaaaaa, mass Arrrditttho. Tolonggggg aku" aku dikagetkan, ada kepala yang mengganjal pintu, "Masss, TolooOoong massss" teriakku keras berharap mas Arditho bangun."Rinaaaa.. Rinaaaa.. Rinnaaaaa" begitu jelas kudengar panggilan mas Arditho. Dia menggoyangkan pundakku sambil berkata "Rina, bangun Rinaaa", "Akhhhhh, huffffhhh" kuhela nafas ternyata hanya mimpi."Kamu mimpi buruk ?" tanya mas Arditho sambil menyodorkan segelas air, kuminum air itu dan kuceritakan apa yang kulihat di dalam mimpi itu, "Iya mas, kepala seorang pria" jelasku kepadanya dengan penuh ketakutan. 


Entah pertanda apa mimpi itu, aku tidak tahu.

Bahkan membayangkan saja aku sudah sangat ketakutan.Di Sabtu pagi ini, aku dan mas Arditho berangkat ke perumahan Permata untuk melihat calon tempat tinggal kami. "Pak, boleh saya lihat kamar tidurnya ?" tanyaku pada pak Wisnu yang sedang melayani kami. "Boleh - boleh bu, silahkan" aku diantarnya ke kamar tidur. Masuk saja bu, saya mau kedepan dulu diskusi harga dengan pak Arditho" ucap pak Wisnu meninggalkanku.

"Ceklekk, Sreekk" kubuka pintunya dengan perlahan. "Astagaaa" begitu kaget aku melihat, ada seorang pria ada di dalam kamar tidur ini, Duduk dan pandangannya membelakangi."Ahh, mungkin pekerja disini" pikirku, sambil melihatnya memperbaiki ubin kamar. Saat itu karena tidak mau mengganggu, aku bergegas ke depan, menemui pak Wisnu dan suamiku. "Pa, masih ada yang belum selesai ya dibagian kamar ?" tanyaku memotong pembicaraan mereka berdua.


"Sudah selesai semua" ucapnya sembari menyatukan dua alisnya sambil menatapku. "Lalu pekerja yang ada dikamar siapa pak ?" tanyaku penasaran. "Kebetulan sabtu pekerja kita juga libur bu, kecuali di bidang pemasaran. Jadi tidak mungkin ada pekerja di rumah ini" jelas pak Wisnu"Ada - ada kamu yang, masih siang begini kamu sudah ngaco" tambah suamiku tidak percaya akan perkataanku. "Kalau mau bukti, kita boleh lihat ke kamar mas" ucapku sedikit marah dan kesal. Kemudian mereka berdua pergi ke kamar, melihat apakah ada orang ada dikamar. 


""Mana orangnya sayang ?" tanya suamiku yang sudah melihat kamar. "Beneran tadi ada orang disitu" balasku, "Mungkin karena lelah ibu menjadi kurang fokus bu" tambah pak Wisnu memotong pembicaraan kami berdua."Bener kali ya kata pak Wisnu" ucapku dalam hati masih kurang yakin dengan apa yang kulihat tadi. Setelah diskusi harga, kami minta tambahan bonus untuk dibantu pindah dari kontrakan lama. "Baik kalau begitu pak, bu, besok orang saya langsung ke rumah" ucap pak Wisnu setuju


Sedari pulang aku dan mas Arditho harus mengemasi barang, kami tidak begitu banyak barang jadi tidak butuh waktu lama untuk mempersiapkan semuanya. "Mas, aku mandi duluan ya. Aku cape banget" pintaku ke mas Arditho yang masih ngepacking barang.

"Ya sudah" balasnya singkat Makan malam ini, adalah makan malam terakhir kalinya di kontrakan yang begitu banyak kenangan selama 2 tahun tinggal di rumah ini. "Ga kerasa ya mas, besok kita akan pindah dari kontrakan ini" ucapku "Iya sayang, besok kita sudah pindah" balas mas Arditho. 
28. Malam semakin larut, kita harus istirahat besok harus kerja berat harus pindahan dan merapikan rumah baru.

"Tok, Tok, Tok"

"Tok, Tok, Tok"
"Tok, Tok, Tok"

"Siapa sih bertamu malam begini" ucapku kesal karna sudah mau tertidur. Aku keluar dan membuka pintu."Tidak ada orang" sontak aku teringat dengan mimpi burukku, bergegas ku tutup pintu. "Dugh" pintunya tidak bisa tertutup lagi, kali ini aku tidak mau melihat ke arah lanti, aku tahu kelapa itu pasti akan mengagetkanku. Kuputuskan lari ke kamar, "Bugghhhh" aku tersandung.Pandanganku beralih ke kaki kananku, "Mas, Tolong mas" sepotong tangan tanpa badan memegang kakiku. "Tolong" teriakku terus menerus, berharap suamiku mendengarkan teriakanku. "Mas Ardhito" teriakku lagi, "Rinaa, kamu knp ?" tanya mas Arditho yang baru saja keluar dari kamar. 


Kulihat wajah suamiku begitu panik. "Tadi ada yang mengetuk pintu mas, lalu aku buka tidak ada siapa - siapa" semua kejadian kuceritakan kepada mas Arditho "Untuk kali ini, tangannya memegang kakiku mas makanya aku tersandung dan terjatuh" tambahku "Tangan apa ?" tanya mas Arditho sambil melihat kakiku, "Kamu kecapean ini, makanya kamu terlalu sering ngaco" tambahnya, lalu mas Arditho menutup pintu dan menopangku ke kamar. "Mas tolong cubit aku" pintaku, "Aw" cubitan itu terasa sakit, ini sama seperti mimpi burukku. 


Aku semakin takut dan panik, malam ini tak pernah kulepaskan tangan dan pelukkan kepada mas Arditho sampai aku tertidur.Ku masak air, lalu kubuat teh dan kopi untuk mas Arditho. Ku minum teh yang sangat nikmat untuk memulai pagiku, "Mas, ayo bangun" kubangunkan suamiku sambil memberikan segelas air putih. "Kamu udah bangun dari lagi ?" , "Iya mas" balasku sambil merapikan tempat tidur."Mas, kopimu sudah ada dimeja makan" ucapku meninggalkan mas Arditho menuju ruang tengah.


"Tin, Tin" kudengar seperti ada klakson dari depan rumah, kuintip sedikit dari arah jendela ada dua pria yang turun dari truk besar mengarah kedepan rumahku. 

 "Tok, Tok, Tok"
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" jawabku sambil kubuka pintu untuk mereka berdua, "Benar ini dengan kediaman pak Arditho ?" tanya salah seorang pria bertubuh cukup besar. "Benar pak, ada apa ya ?" balasku bertanya.

"Saya Meng, dan ini temen saya Prima bu, kita disuruh oleh pak Wisnu membantu pindahan" jelasnya kepadaku, mendengar penjelasannya kusuruh duduk dulu, lalu kubuatkan dua gelas kopi, "Mas, orangnya pak Wisnu sudah datang," panggilku pada suamiku agar segera keluar dari kamar. 
"Pak, mangga diminum dulu" ku sodorkan kopi yang sudah ku buat, "Terima kasih bu" jawab mereka berdua, begitu juga suamiku yg baru saja keluar dari kamar langsung duduk bersama dua pria itu. 
Semua barang diangkut kedalam truk, aku dan suamiku membantu, begitu juga dengan pak Haji pemilik kontrakan yg sudah tahu kami akan pindah membantu mengangkat barang, setelah semua sudah di angkut kami berpamitan dengan tetangga, tak lupa mengurus surat pindah kepada pak RT. 
sehabis itu, kami menuju perumahan dan berhenti dipost satpam untuk memberikan surat pindah dari RT sebelumnya.

Ternyata sudah ada pak Wisnu yang menunggu didepan. "Selamat pagi pak, bu" sapanya, tidak lama truk yang membawa barang pun sampai.sembari pak Wisnu membuka pintu, mas Ardihto membantu menurunkan barang dari truk bersama Meng dan Prima. Aku masuk duluan untuk menyiapkan dimana semua barang bawaan kami diletakkan.Satu persatu kuarahkan, barang ini disini dan barang itu disitu. Ditengah menyusun barang bawaan, kulihat ada satu orang pria yang membantu menurunkan barang. "Baju itu seperti aku ingat, iya baju pekerja yang aku lihat dikamar" ucapku dalam hati. 


Sudahlah mungkin dia pekerja tambahan dari pak Wisnu agar cepat selesai pikirku. Di siang hari yang mulai terik, selesai semua barang di pindahkan. "Bapak bapak semua, jangan pulang dulu ya, saya mau buatkan minuman segar dulu" ucapku pada meraka. Kebetulan rumah ini sudah lengkap dari beberapa perabotan yang dibutuhkan. Aku kembali kedepan dan membawa minuman segar dan beberapa gelas. Kutuangkan ke dalam gelas dan memberikan kepada pak Wisnu, Meng, Prima, Suamiku dan untukku. Gelas terakhir kutuangkan pula untuk pria tambahan.

"Bu, kebanyakan" kata pak Wisnu. "Lah, untuk bapak satunya engga ?" balasku berhenti menuangkan air ke dalam gelas. "Kita cuma bertiga bu, bapak yang mana maksud ibu ?" balik pak Wisnu bertanya lagi. 

Sudah mulai aneh, baru pertama kali aku datang melihat rumah ini ada pria di kamar, sekarang ada pria yang menggunakan baju yang sama membantu memindahkan barang, semakin ku pikirkan semakin pusing dan semakin berat kepalaku."Mungkin kamu kecapaian sayang" ucap suamiku sambil mengelus kepalaku. "Hufff" kuhela nafas sedikit.


"Pak bu, kami pamit dulu ya. Semoga betah tinggal di rumah baru ini dan semoga rejekinya bertambah" ucap pak Wisnu sambil bersalaman denganku dan mas Arditho.Begitu juga Meng dan Prima berpamitan, karena masih ada pekerjaan lainnya. Siang ini rumah menjadi sepi, tinggal aku dan mas Arditho. Kami memulai beres - beres dari ruang tengah, dapur, kamar tidur dan kamar tidur satunya sebagai tempat barang yang belum dibutuhkan. 


Malam ini sebelum mas Arditho tidur aku harus tidur duluan, aku masih takut dengan kejadian yang terjadi malam sebelumnya dan hal aneh yang kurasakan hari ini.

Kututup mataku, ku peluk mas Arditho dan tidak kulepaskan sedikit pun tangannya."Tok, Tok, Tok" tiba - tiba ada suara yang mengetuk pintu, karena aku tahu mas Arditho masih bangun kutunggu dia keluar dari toilet. "Mas Ardhito, masih lama ga mas ?" tanyaku ketakutan karena dihantui oleh pikiranku yg sudah kemana - mana. Beberapa menit tidak ada jawaban, "Mas" panggilku lagi, masih tetap tidak ada jawaban. Karena sudah takut, kubuka pintu toilet, tidak ada siapa - siapa ditoilet, lalu kemana mas Arditho pergi ? Mampus aku. 

"Cletek, ngeeeeeek" pintu depan terbuka, langsung aku masuk kekamar mandi dan ku tahan tangis dalam ketakutan tanpa suara. "Ya Tuhan, mau berbuat apa orang itu. Mas Arditho kok tega ninggalin aku sendirian sih" ucapku dalam hati sambil meneteskan air mata.Rinaaaaaa, Rinaaaaa" tiba - tiba ada suara halus menembus tembok kamar mandi membuatku semakin takut lagi. Kutahan mulutku dengan kedua tanganku agar tidak mengeluarkan suara."Cletek, Sreeek, Ngeeekk" pintu kamarku sudah terbuka "Dugh, dugh, dugh" langkah itu menuju ke arah kamar mandi, semakin keras suara itu membuatku semakin takut. "Tok, Tok, Tok" dengan perlahan tanganya mengetok pintu kamar mandi. 


"Ya Tuhan tolong aku" aku berdoa agar dia tidak mendobrak pintu kamar mandi, seperti film - film kriminal yang aku tonton ketika pintu di dobrak langsung di bunuh tanpa bertanya lagi. Bayangan seperti itu membuatku takut sampai terkencing."Sayang kamu ditoilet ya ?" hah suara mas Arditho pikirku. "Mas, itu kamu mas ?" tanyaku memastikan. "Iya ini aku suamimu" ucapnya lagi. Kubuka perlahan pintu kamar mandi, kulihat wajahnya ternyata benar mas Arditho. 


Karena masih takut, langsung ku peluk suamiku itu sambil memukulnya "Kamu knp tega sih ninggalin aku sendiri" tangisku yang semakin kencang. "Maaf tadi mas keluar, beli rokok" jawabnya polos. "Sudah ayo tidur lagi" ucap mas Arditho sambil menggendongku keatas kasur."Tok, Tok, Tok" ada suara ketokan lagi, untuk kali ini tidak akan kuperdulikan, aku lebih memilih tidur. "Tok, Tok, Tok" suara ketokannya semakin keras, "Rinaa buka" teriaknya dari luar. Aku semakin takut, tapi suara itu seperti suara yang aku kenal.Kuraba kasur dan kucari mas Arditho, "Hah kemana mas Ardhito ?" ucapku dlm hati, "Rina buka sayang" kudengar lebih jelas suara itu, ternyata suara mas Arditho dari luar. "Rinaaa, bukain pintu sayang" ucap suara itu lagi dari luar. 


Logika mulai berjalan, mas Arditho ketoilet kemudian tiba - tiba datang dari luar dan mengatakan habis beli rokok, kemudian menidurkan aku lagi, lalu ada suara ketukan pintu dan mas Arditho hilang, tiba - tiba mas Arditho sekarang sudah ada diluar. Pandanganku beralih ke arah meja kerja mas Arditho, kubuka bungkus rokok dan kulihat isi dari bungkus rokok itu kosong, diatas meja tidak ada bungkus rokok lainnya. Berarti tadi bukan suamiku, melainkan menjelma sebagai mas Arditho. 

Bergegas aku keluar dan membuka pintu, "Kenapa lama bukanya ?" ucap mas Arditho sedikit kesal, kulihat sebungkus rokok ada ditangannya. "Maaf mas, aku baru bangun" lalu pikiranku mulai lagi, lalu siapa yang mengunci pintu sebelumnya ? 

Mas Arditho dan aku masuk kembali ke kamar, dibukanya jendela dan mengarahkan kipas angin ke arah jendela, kemudian dibakarnya sebatang rokok. "Mas ga mau tidur ?" tanyaku pelan. "Aku lupa sayang, ada laporan yang besok harus di serahkan" ucap suamiku. 

Malam ini dia bekerja sampai subuh, aku ikut menemaninya. Tidak tega melihat dia sendirian di sepinya malam.

Udara dipagi ini begitu dingin membuatku terbangun, aku bergegas ke kamar mandi, merapikan ramburku dan mengikatnya. "Kamu cantik" kudengar bisikan halus ditelingaku 

Tak kuhiraukan sedikit pun suara itu, aku langsung bergegas ke dapur. Menyiapkan sarapan pagi. "Selamat pagi sayang" ucap mas Arditho yang sudah bangun, "Pagi" balasku sambil menyiapkan meja makan.Kami berdua sarapan, "Tok, Tok, Tok" suara ketukan dari arah pintu depan, karna tidak mau mengganggu waktu sarapan mas Arditho langsung aku bergerak membukakan pintu. "Mba, mau langganan koran, murah lagi promo untuk perbulan cuma 100rb" jelas penjual koran itu. 

Karena mas Arditho butuh sekali update tentang pasar bursa saham, langsung ku setujui tawaran dari pria penjual koran. "Ini koran pagi ini mba, kalau berlangganan bayar uangnya diakhir bulan saja" ucap penjual koran itu sambil pamitan."Siapa sayang ?" tanya mas Arditho, "Itu mas penjual koran nawarin paket koran per bulan" jawabku sambil memberikan koran kepada mas Arditho.


"Wah bagus tuh, bisa lihat update, tapi bacanya nanti saja" balas mas Arditho terburu - buru menyelesaikan sarapannya.Setelah makan, mas Arditho terlebih dulu mandi dibanding aku. Sembari menunggunya kubaca koran pagi ini. "Berita orang hilang, Angg usia 37, terakhir terlihat pria ini bekerja di proyek perumahan permata, bila melihat pria ini harap hub. (212) 07099 Cita...." "Sayangg", "Astaga naga" aku kaget mendengar teriakan mas Arditho dari toilet, "Iya ada apa ?" jawabku, "Ambilin handuk dong, lupa bawa" teriak mas Arditho lagi. Kuhentikan membaca koran, karena mas Arditho sudah selesai mandi, aku juga bergegas mandi. 


Seperti biasa, selesai aku mandi dan berpakaian mas Arditho mencium keningku dan berpamitan. Aku juga bersiap - siap berangkat, dulu aku biasanya nebeng dengan mba Kanaya, istrinya mas Deffry. Sekarang aku harus mandiri. Jarak dari rumah ke post satpam kalau berjalan kaki ternyata jauh juga, lain kali aku nebeng mas Arditho aja pikirku, "Pak, Pak" panggilku ke tukang ojek agar mengantar ke stasiun lama.Kemudian naik kereta dan berjalan kaki sedikit sudah ketemu kantor tempat aku bekerja. 


"Ehh, mba Naya" sapaku saat bertemu di lobby kantor. "Kamu Rin, rumah barumu gmn, aku mau lihat loh Rin" ucap mba Naya. "Hari sabtu minggu depan dateng aja mba Nay, kita bakar - bakar ajak juga mas Deff" ucapku mengajak mba Kanaya."Okay, aku duluan ya, mau rapat" balas mba Naya meninggalkanku, lalu aku pun masuk keruanganku. 

Hari ini tidak tahu kenapa, mas Deff boss perusahaan memulangkan semua pegawai, katanya sih hanya ada pengecekan ruanganKarena mba Naya juga selesai rapat dan masih siang juga, kuajak sekalian untuk pulang ke rumah untuk melihat - lihat.

"Bagus juga ya rumahmu, gede lagi" ucap mba Naya yang baru sampai didepan pintu. "Bagusan juga rumah mba" balasku dengan sedikit senyuman.Kami berbincang - bincang hingga lupa waktu kalau sekarang sudah sore. Mba Naya pun pulang, karena sudah dijemput mas Deff. Melihat mereka berdua ingin sekali rasanya bisa bekerja satu kantor dengan suamiku."Sayuurrrr, mayurnya buuu" teriak seorang pedagang di sebrang jalan, banyak ibu ibu yang tinggal dikomplek ini sudah berkumpul mengerumuni gerobak sayur mas Ujang.Orang - orang disekitarku ternyata begitu ramah, untung saja aku berbelanja sayur jadi bisa kenal tetangga - tetanggaku, ada ibu Rista, bu Ana, bu Sipa, bu Listi, bu Bulan dan beberapa ibu rumah tangga lainnya. 


Rata - rata yang tinggal disini memang masih baru sama seperti aku dan suamiku, karena memang proyek perumahan ini baru selesai sekitar 2 bulan lalu. Bahkan di cluster sebelah masih ada pembangunan. Setelah memasak, aku mandi sembari menunggu suamiku pulang. Kubuka pakain dan dalamanku, melihat tubuhku yang masih kencang membuatku berkaca terlalu lama. Kupandangi terus keindahan payudaraku dan pinggulku yang begitu sexy."Kamu cantik" ucap bayangan seorang pria yang terlihat didalam cermin. "Haahh ?" langsung aku berpaling melihat ke arah belakang. "Tidak ada siapa - siapa, apa aku hanya halu ?" pikirku dalam hati.Kuhempaskan semua pikiran - pikiran itu, lalu aku begegas mandi. Ketika mandi kulihat lantai penuh darah. Ku cek kemaluanku, "Apa aku datang bulan ya ?" enggak kok. Polosnya diriku tidak pernah mengira, kalau ada darah yang menetes dari atas asbes kamar mandi. 


"Aaa, Daraaah" aku berlari keluar kamar mandi. Kuambil pakaianku, kupakai dalaman sembari melihat ke sekeliling rumah kulihat ada kepala yang mengintip dari luar, orang itu melihatku berganti baju. Tidak pikir panjang, kuselesaikan berganti pakaian dan menuju ke teras rumah.Kubuka pintu dan kulihat kearah sekitar, "Kemana larinya orang itu ? Apa dia bukan orang ? cepat sekali larinya" ucapku dalam hati. "Haduh sudah malam begini kok mas Arditho belum pulang ya ?" mulai gelisah ku rasakan, selalu merasa tidak aman."Tok, tok, tok" "Assaamualaikum" ucap mas Arditho yang baru saja pulang. Aku segera membuka pintu, "Waalaikum salam" jawabku salam mas Arditho. "Mas aku takut" ucapku pada suamiku yang baru saja pulang bekerja. 


"Kamu takut kenapa ?" ucapnya sedikit penasaran, "Itu ditoilet ada darah" jelasku pada mas Arditho "Menetes dari asbes kamar mandi, aku takut mas saat mandi" tambahku meyakinkannya.Mas Arditho bergegas masuk ke kamar mandi, dilihat lantai dan asbes. "Tidak ada, mana darahnya ?" tanya mas Ardhito kesal karena tingkahku yang selalu mengigo. "Ada mas, tadi juga ada bayangan dari jendela luar mengintip kedalam rumah" tambahku lagi."Kamu mungkin kecapaian bekerja, nanti hari minggu kamu sisain waktu, kita liburan kepantai" pesan mas Arditho sambil beranjak ke dapur meninggalkanku.


"Kamu gausah takut aku menyayangimu" terdengar suara halus berbisik ketelingaku. Langsung aku lari ke arah dapur, "Kamu kenapa lagi ? Kaya dikejar hantu saja" ucap mas Arditho."Engga mas, aku gpp. Cuma kangen aja sama kamu" bohongku kepada suamiku agar tidak membuat dia kesal lagi.Malam ini mas Arditho dan aku tidur cepat karna semalam kami habis begadang dan mas Arditho yang sudah bekerja mungkin terlalu lelah butuh waktu istirahat. 


"Tok, Tok, Tok" suara pintu depan kembali ada yang mengetuk, kuberanikan diri untuk membuka pintu, masih sama seperti hari hari sebelumnya, tidak ada orang. "Uhhh, sayang" peluk mas Arditho dari belakang. Jangan keluar sendiri, "Muachh" ciumnya kepalaku bagian belakang.Aku dan suamiku kemudin berjalan ke arah kamar. Karena aku dipeluk, jadi posisiku berjalan paling depan. Membelok masuk ke dalam kamar, pandanganku ke arah tempat tidur. "Mas Arditho masih tertidur ?" kulihat pelukan itu sudah terlepas. Aku berpaling ke arah belakang."Astagaa"Wajahnya hancur dan menyeramkan pakaian pekerja yang digunakan penuh dengan semen yang baru diaduk. Bentuk tubuhnya tidak beraturan, tangan kirinya tidak ada, begitu juga kakinya sebelah kiri patah di bagian lutut, sebagian perutnya keluar menguntai seperti tali.Aku tidak kuat lagi untuk berteriak, tulang lutut ku beradu hingga menghasilkan getaran, "Buuughhhhh" aku terjatuh.


Dipagi hari, aku terbangun sudah berada diatas kasur. Sedangkan suamiku sedang memasak didapur. "Selamat pagi mas" sapaku dengan senyuman manis kepada suamiku tercinta. "Pagi sayang" balasnya, aku duduk dikursi, satu tanganku menopang daguku. Mengingat kejadian kemarin."Kamu kemarin kok tidur dilantai ?" tanya mas Arditho. Kupikir aku semalam hanya bermimpi, ternyata kejadian semalam benar terjadi. "Pintu juga terbuka, untung aku kebangun trus nyariin kamu, kalau engga bisa kemalingan kita" tambah suamiku. Nih minum teh dulu" disodorkannya segelas teh hangat didepan mataku. Aku seperti orang yang sakit jiwa, tanpa ada jawaban dengan tatapan kosong. "Hahh ? Leher kamu kenapa ?" tanya suamiku sembari menurunkan kerah baju tidurku. 


Leherku membiru seperti dipukul benda keras. "Apa kamu semalam dipukul ?" tanya suamiku lagi. "Sakit tidak ? Kalau disentuh ?" tambahnya lagi pertanyaan yang membuatku semakin memikirkan kejadian semalam. "Mas, aku gpp kok" jawabku cuek sambil meninggalkannya, karna percuma jg kalau kuceritakan kejadian semalam. Ya, dia pasti mengiraku ngigo lagi. Aku bergegas mandi duluan. "Bagaimana ? Apa kau menyukaiku ?" kata lelaki itu menunjukkan wajahnya yang hancur. "Mas ArdithoOo" teriakku dari kamar mandi, "ToloOoong aku mas" semakin kencang aku berteriak. Aku menangis tanpa ada halangan lagi, seperti orang kesurupan. 


Suamiku langsung bergegas kekamar mandi, aku yang belum memakai pakaian langsung memeluknya. Kupeluk dia begitu erat sampai seluruh pakaiannya basah mengeringkan badanku."Sayang lihat aku, sayang lihat aku" ucap mas Arditho panik melihatku. "Nanti kita kedokter ya" dia berpikir kalau aku sakit jiwa, mau membawaku ke psikiater. "Tidak mas, aku tidak gila. Aku hanya takut" balasku dengan nada tinggi sambil memukulnya.Setelah aku tenang, kupakai pakaianku. Kali ini aku menebeng kepada mas Arditho sampai ke pangkalan ojek, "Makasih mas" ucapku sembari mengingatkannya agar berhati - hati dijalan.



Hari ini lembur sehingga membuatku pulang terlalu malam. Setelah sampai di pangkalan ojek, kulihat sudah sepi tidak ada lagi orang yang mangkal. Kemudian ku hubungi mas Arditho yang mungkin sudah sampai dirumah duluan. "Tuut, nomor yang anda tuju tidak ak..." ponselnya mas Arditho mati, mungkin lupa mengecas ponselnya sepulang kerja, baiknya aku menghubungi telepon rumah. "Tutt, Tutt, Haloooo.." aku sedikit lega mas Arditho mengangkat telponku."Mas tolong jemput aku didekat pos satpam, aku sendiri disini satpamnya ga ada trus pangkalan ojek juga sepi" pintaku pada suamiku, "Aku mau tidur, tapi tunggu.. Tut," telepon seketika mati.Sekitar 10 menit kutunggu suamiku tidak datang. Aku sudah mondar - mandir di depan post satpam. 20 menit aku menunggu tidak kunjung datang pula.


Kemudian aku mendapat pesan dari nomor yang tidak diketahui. "Mohon maaf mba, lancang mengecek ponselnya suaminya. Saya satpam Permata kebetulan saya ambil nomor mba dari ponsel suami mba, sekarang suami mba ada di rumah sakit Merdeka" aku seketika terjatuh, tidak kuat aku membaca pesan itu. Dengan tangisan aku berlari kerumah, berharap pesan itu salah kirim. Kubuka pintu tidak ada siapa - siapa. Langsung ku ketok pintu ibu Rista tetanggaku. "Bu Rista, Bu" semakin keras aku berteriak memanggilnya membuat beberapa tetangga melihatku. Dengan panik aku meminjam kendaraan ibu Rista, lalu langsung bergegas menuju Rumah sakit.


Sesampainya, aku langsung dibawakan ke kamar mas Arditho oleh seorang perawat. Ku lihat mas Arditho sedang terbaring diatas kasur ditemani satpam dan beberapa ojek pangkalan. "Mba, mas Arditho tidak apa - apa cuma ada benturan sedikit dikepala. Kejadiannya tadi malam kurang lebih setelah satu jam saya mengirim pesan mba, mas Arditho saya lihat membonceng seorang pekerja terlihat dari belakang sih kaya habis tercebur ke semen" jelas pak satpam. "Ga lama dari situ, saya lihat orang yang dibonceng mas Arditho sepertinya sengaja mencelakai beliau" tambah pak satpam sambil menunjuk mas Arditho. "Lalu teman yang dibonceng kemana mas ?" tanyaku penasaran. 

"Nah itu mba, setelah jatuh saya lihat seorang pekerja itu lari, tapi arah larinya ke arah rumah mba sih" jelas pak satpam.

Aku tidak percaya, kalau sekarang sosok itu mencelakai suamiku. 

Seminggu suamiku sakit, aku selalu menemaninya sampai pulih, kadang pulang pun aku hanya berganti pakaian, sedikit pun aku tidak berani mandi langsung pergi ke rumah sakit lagi.
"Pelan - pelan mas" sambil menopang suamiku, aku membuka pintu. Sore ini bakalan ada kunjungan dari mba Naya dan mas Deff, mau menjenguk suamiku.
Aku bersiap - siap memasak makanan untuk menyambut mereka sekaligus perayaan atas rumah baru yang kutempati. "Tin Tin" sudah ada suara klakson mobil mas Deff, kubantu perlahan suamiku berjalan kedepan untuk menyambut mba Naya dan mas Deff. "Cekleekk, Ngeekkk" kubukakan pintu untuk mereka. "Halooo" ucap mba Naya sambil memberikan bunga "Lekas sembuh ya Arditho" tambah mas Deff pula. 

Malam ini kami makan bersama, seperti biasa mas Deff dengan tingkah lucunya membuat seisi ruangan tertawa, membuat aku dan mas Arditho tersenyum kembali, membuat kami lupa akan kejadian - kejadian seminggu yang lalu. Berungtung sekali aku memiliki teman seperti mba Naya dan mas Deff disaat susah mereka bisa menjadi moodboster bagiku dan mas Arditho. "Mba, mas, malam ini nginep disinilah besok pagi aja pulang" pintaku pada mereka yang langsung menyetujuinya.Kusiapkan satu kamar untuk mereka berdua. Karena hari sudah malam, aku dan mas Arditho pamit tidur duluan kepada mereka, begitu juga dengan mba Naya masuk juga kedalam kamarnya. Sedangkan mas Deff masih menonton tv sambil rokoan diruang tengah. 


"Tok, Tok, Tok" ada suara ketukan lagi, karena takut mengganggu mba Naya dan mas Deff kuputuskan keluar untuk membuka pintu. "JANGAN DIBUKA!" perintah mas Deff mengagetkanku. "Kee..Kenapa mas ?" tanyaku penasaran dengan perintah mas Deff. "Dia tidak hidup di dunia kita lagi, arwahnya penasaran. Dia mau pulang kerumah, tapi tidak bisa karena dia meninggal disini." jelas mas Deff kepadaku.Mendengar penjelasannya, bulu kudukku berdiri semua. Aku baru tahu, kalau ada arwah penasaran yang meninggal di rumah ini. Aku kembali kekamar dan membaca ayat kursi terus menerus sampai aku tertidur.Pagi hari aku bangun duluan dan membuat sarapan.


Sepertinya semua sudah terbangun, aku turut duduk dimeja makan, membagikan sarapan dan teh hangat. "Mba Naya gimana tidurnya, Nyenyak ?" tanyaku membuka obrolan dipagi hari. "Seperti ada mengetuk, ngetuk pintu" jawabnya sama seperti yang aku dengar kemarin, mungkin mas Deff bisa membantuku, ucapku dalam hati.aku bersiap - siap terlebih dahulu karena kali ini aku menebeng dengan mas Deff dan mba Naya. Begitu juga suamiku yg sudah bersiap - siap untuk berangkat kerja.Kita semua sama - sama berangkat, mas Arditho langsung ke tempat kerja, kami bertiga harus kerumah mas Deff dan mba Naya, mandi, ganti pakaian dan lanjut ke kantor.Malam ini aku lembur, bekerja hingga larut malam membuatku pulang ke rumah agak terlambat.


Untungnya masih ada ojek dan mau mengantarkanku ke rumah. Kulihat rumah ternyata masih gelap, mas Arditho juga belum pulang."Ger, Geeerrr" ponselku bergetar ku lihat sebuah sms dari mas Arditho. Ternyata mas Arditho juga lembur, karena seminggu iya sakit sudah banyak laporan yang menumpuk, lalu kubalas pesannya "Hati - hati mas dijalan kalau mau pulang kerumah". 

Sembari menunggu mas Arditho aku menonton tv, acara hiburan malam.

"Tok, Tok, Tok" suara pintu mengetuk membuatku bergegas membukakan pintu, "Kamu sudah pulang mas ?" tanyaku, dia hanya diam dan tidak membalas pertanyaan yang kuberikan."Rina, kemari kamu" panggil mas Ardito sedikit membentakku. Aku masuk ke kamar dan menemuinya. Langsung dikecup bibirku, membuka seluruh pakaianku. "Kamu mau manja ya mas ?" dia tidak menjawab, terus menurus melanjutkan aksinya."Mungkin karena sudah seminggu tidak melakukan mas Arditho merindukanku" ucapku dalam hati. "Pelan - pelan dong mas" begitu sakit kurasakan, permainannya agak kasar sangat berbeda dengan sebelumnya. 


Kubuka pakainnya pula, kuraba dari dadanya hingga perutnya, aku heran sejak kapan dada mas Arditho punya bulu, tapi karena sudah kepalang nafsu aku tidak menghiraukannya.Durasi mas Arditho begitu lama, membuat aku kelelahan melayaninya. "Rina, sedang apa kamu ?" aku dikagetkan oleh mas Ardhito yang datang membuka kamar dan masih menggunakan pakaian kantor. "Hahhh ? Mas ?" aku juga ikut terkejut. 


Malam itu mas Arditho marah besar, kecewa melihatku telah melakukan hal yang tidak wajar. "Lantas tidak diberikan momongan oleh Tuhan, ternyata persugihan ini yang membuatmu gila!" ucap mas Arditho meninggalkanku.Belum sempat aku memberi sedikit penjelasan ke mas Arditho, aku langsung di tamparnya.Aku menangis dengan keadaan telanjang. Kupeluk mas Arditho dari belakang, tapi dia mendorongku hingga terjatuh. Aku dibutakan oleh jelmaan mas Arditho, suamiku yang melihat itu semua membuat dia marah, dia menganggapku melakukan persugihan.


Karena mas Arditho marah besar, aku harus tidur dalam dosa malam ini membuatku terus menangis. 

Dipagi hari seperti biasa kusiapkan sarapan untukku dan mas Arditho berharap aku bisa memberikan penjelasan."Tok, Tok, Tok" "Mas bangun mas sudah pagi, nanti kamu terlambat kerja" pesanku kepada mas Arditho.Hampir setengah jam mas Arditho tidak keluar dari kamar. Aku mulai panik, apa dia masih marah kepadaku ? Hal yang wajarlah kalau dia masih marah.

Tapi tidak biasanya saat aku salah pasti mas Arditho memberi nasehat dan memaafkanku.Aku semakin pamik ketika memikirkan apakah kesalahan ini tidak bisa dimaafkan, ketakutan sudah menghantuiku, pikiranku mengarah ke perceraian. Air mata mulai menetes, tidak bisa ku bendung lagi.Dengan rasa bersalah dan kotor, aku duduk didepan pintu kamar sambil menangis. "Mas, tolong keluar mas. Biarkan aku menjelaskannya dulu. Aku mohon mas, keluar dulu mas" tangisanku bahkan tidak didengarkannya lagi, tidak ada respon dari mas Arditho. Sudah hampir satu jam aku menunggu, mas Ardhito tidak mau membukakan pintunya. Sudah ku gedor berulang kali. Dia tidak mau keluar dari kamar.


Kuputuskan untuk menghubungi mas Deff dan mba Naya untuk membantuku menjelaskan. 

Kira - kira setengah jam kemudian mas Deff dan mba Naya datang, aku menjelaskan semua kejadian semalam."Sudah kuduga, mahluk itu akan merusak rumah tangga kalian" ucap mas Deffry sambil meludah ke lantai. Bukan hanya mas Def yang emosi, tapi mba Naya juga ikut."Ditt, buka dulu dit" "Doorrr, Dorr, Dorrrr" "Buka dulu dit" teriak mas Deff karena kesal melihat suamiku yang tidak kunjung keluar kamar dan tidak mau mendengar penjelasan dariku.

"Dit kamu buka atau saya dobrak ?" teriak mas Deff dengan nada tinggi 

"Braaaakkkkkk",
Dengan badannya yang besar, sekali dobrakan mas Def menghancurkan pintu kamar itu seketika.
"Astafirullah" tiba - tiba mas Def duduk dilantai sambil menangis seperti menyesali suatu kesalahan. 
"Knp mas, Knp mas ?" tanyaku penasaran mau melihat keadaan suamiku. Tapi mas Def menutup pintu dan mendorongku keluar.
"Kamu yang kuat ya Rin, ini sudah takdir suamimu" ucap mas Def sambil meneteskan air mata.
"Mass Ardhito, Mass, kamu jangan tinggalin aku mas" tangisku 

"Dek segera hubungin polisi" perintah mas Deff pada mba Naya, aku hanya bisa menangis tak tahu apa yang harus ku tangisi lagi.

Semua ini salahku, aku yang pertama mengingankan rumah ini. Coba kalau aku tidak menginginkan rumah ini, pasti ini tidak terjadi. Ketika polisi datang, aku baru bisa melihat mayat mas Arditho.

Mas Ardhito ditemukan gantung diri, menggunakan kain yang diikat menjadi satu.

Begitu hancur hatiku, melihat keadaan mas Arditho yang tega meninggalkanku.Belum sempat diwawancara polisi. Aku terlebih dahulu untuk menghubungi keluarga dekat dan orang tua kami.

Suara tangisan menghantui pikiran bahkan sampai penguburan mas Arditho. Keluarga dari mas Arditho tidak bisa menerima kalau anaknya harus meninggal bunuh diri.Perasaan bersalah tidak bisa aku tebus kepada keluarga mas Arditho, hampir seluruh keluarga mas Arditho membenciku.


Bahkan menganggapku sebagai perumpuan pembawa sial.Setelah penguburannya, aku tidak tinggal dirumah. Aku kembali pulang kerumah orang tuaku, sementara rumahku masih sedang dalam pengawasan polisi untuk mengungkap motiv bunuh diri mas Arditho.


Tingkahku semakin lama seperti orang sakit jiwa, sering berbicara sendiri.Sampai suatu ketika aku dapat kunjungan dari mas Deff dan mba Naya, membawakanku setangkai bunga mawar, berharap aku bisa menerima semua ini.


"Rinaa, kamu tahu kematian ini bukan kematian yang wajar ?" tanya mas Deff kepadaku."Iya mas, ini semua salahku" tangisku datang tak terbendung membuat seisi rumah orang tuaku gempar melihatku.


"Tenang Rina, aku bakal membantu kamu mengungkap semua ini" ucap mas Deff sembari menenangkanku.Kembali kuceritakan mimpiku dan kejadian aneh yang kualami.


Mas Deff yang sebenernya bisa melihat mereka yang tak terlihat oleh manusia biasa mengaku bersalah terlambat untuk menyelamatkan mas Arditho. 

Kamu mau kembali kerumah ? Aku akan menunjukkan beberapa hal kata" ucap mas Def membuatku semakin menangisi kesalahanku.

"Aku ga mau mas, aku ga mau pulang kerumah itu, aku takut mas"

Sembari terisak - isak aku menolak tawaran mas Deff. 
"Rina coba kamu tenangin diri dulu, kamu minum dulu" sembari menenangkanku mba Naya memberiku segelas air.

Entah kenapa ketika meminum air itu kepalaku pusing dan terasa berat. Kemudian aku pingsan. 

"Sayang, aku tahu ini bukan salah kamu. Maafkan aku sudah meninggalkanmu duluan", belum sempat aku bertanya kepada mas Arditho kenapa dia bunuh diri, dia langsung pergi dan menghilang.
"Rinaa, Rinaa, bangun Rinaa" kudengar begitu banyak suara 
Kubuka mataku, kulihat aku sudah dikelilingi semua orang yang ada dirumah orang tuaku.

Aku menangis lagi, mengingat kata kata mas Arditho yang muncul dalam mimpiku.


"Ceritakan apa yang kamu lihat ?" tanya mas Deff seperti dia tahu apa isi mimpiku."Ma.. mas.. Arr..Ardithoo, bii...bilangg. Buu bukaann a..kuu yaaang saa..lahh" ucapku terbata - bata kepada seisi rumah ini.


"Jadi bagaimana ? Maukah kamu kembali kerumah itu untuk mengungkap kematian mas Arditho ?" tanya mas Deff lagi..


"Maa.. Mauu mas" jawabku .Rasa sakit hati ini sudah membara kepada sosok yang sudah mencelakai suamiku. Tidak akan kubiarkan, sosok itu lepas dari setiap pergerakanku.


"Bagus kalau kamu mau, tapi ingat buang isi dendam dalam hatimu" ucap mas Deff ketika tahu isi dalam hatiku.Keesok harinya, aku ditemani mas Deff dan mba Naya pergi ke rumahku. Aku masuk kedalam, kulihat masih ada garis polisi, begitu juga kain yang dipakai mas Arditho untuk bunuh diri.


"Sayang kamu sudah kembali, apa kau merindukanku ?" suara halus itu berbisik ditelingaku"Sunggu buruk, rupanya" ucap mas Deff. "Rina, kamu tetap disitu hanya kamu yang dapat membuat dia keluar dari persembunyiannya" ucap mas Deff, kuturuti semua perintahnya hingga kepalaku begitu berat."Rina apa kamu mengingat sesuatu tentang orang hilang ?" tanya mas Deff.


Aku sungguh lupa, seperti pernah kulihat tapi dimana ?

"Ingat terus Rina" perintah mas Deff, kembali aku berjalan ke arah dapur.
Dan tiba - tiba aku jatuh tergeletakAku merasa gelap, tidak ada yang bisa kulihat. Tapi suara dari mas Deff begitu jelas kudengar.

"Rina bangun dan terus berjalan, apapun itu bangun dan terus berjalan jangan sampai kamu terhenti" ucap mas Deff."Mas aku takut" aku kembali menangis, begitu banyak tangan - tangan berbulu menghalangiku, ketika kuraba tangan itu basah dan berbau busuk.


"Terus Rina, sampai kau menemukan titik terang. Percaya ingat Arditho Rina" ucap mas Deff memerintahkan aku.Kubayangkan mas Ardhito tersenyum lebar, saat semasa hidupnya. Kulihat dia berada ada di ujung memberikan sebuah cahaya yang begitu sangat terang. Aku berlari, menuju dia.


"Ayo ikut aku ?" ucap mas Arditho,

"Jangan Rina, jangan pernah kamu ikut dia" ucap mas Deff 
"Kamu cukup berjalan kearah cahaya yang ada dibelakangnya, ingat jangan pernah sentuh tangannya kalian sudah beda dunia" perintah mas Deff.

Air mataku kembali menetes, mengingat mas Arditho yang bunuh diri, karena aku. Rasa bersalah kembali menghantuiku. 

"Berjalan RINAAA, bukan waktunya bersedih. Bisa - bisa kamu terjebak didalam sana" perintah mas Deff dengan sedikit bentakan.
Kulanjutkan langkahku menuju cahaya terang, persis dibelakang mas Ardhito.

"Sayang, apaa kau tidak merindukanku ?" ucap mas Arditho 

Sembari dia memberikan tangannya kepadaku, "Rinaa, itu bukan Arditho semasih hidup, dia sudah meninggal. Jangan pernah kau bersentuhan dengannya" bentak mas Deff lagi.

Aku tersadar mas Arditho sudah tidak ada dan mengikuti perintah mas Def, kulangkahkan kakiku kearah cahaya 

""Ooaakkk" kumuntahkan darah dari dalam mulutku. Darah itu penuh rambut panjang.

"Ini minum air ini, minun sampai habis meskipun rasanya pahit jangan pernah kau muntahkan" sembari menyodorkan segelas air kepadaku mas Deff memberikan pesan. Rasa mual dari dalam perutku seperti menolak air itu. Seperti ada yang mencengkram perutku agar memuntahkan air itu.


"Paksa terus Rinaa" bentak mas Def, dengan tangisan kuminum paksa air itu, "Ambilkan air dalam ember" perintah mas Def kepada mba Naya."Kalau merasa mual, muntah kedalam ember" perintah mas Def kepadaku.


"Hoakk, Hoakk, Haokkk" rasa mual mulai datang, kumuntahkan semua yang ada dari perutku. Seperti gumpalan daging busuk keluar, bentuknya tidak jelas. Tapi daging itu berambut panjang.Mba Naya yang melihatku pun turut ikut mual dan muntah.


"Ini adalah kiriman, saat kamu melakukan hubungan badan dengan dia, daging ini adalah calon bayi, saat terperangkap dalam kegelapan itu juga kiriman dari seseorang agar identitasnya tidak terungkap" jelas mas Deff. "Sekarang kamu ingat, dimana mau lihat berita orang hilang" ucap mas Deff. "Dimajalah, koran atau tv" tambah mba Naya sembari membersihkan mulutnya.


"Aku sudah ingat mas" ucapku kepada mas Deff. "Ada dikoran" aku bergegas mencari koran - koran sebelumnya yang ada didapur.Tiba - tiba pak Wisnu datang dengan polisi. Tak tahu kenapa, pak polisi menyuruh kami untuk meninggalkan rumah ini untuk sementara menunggu olah tkp.


Seperti ada yang janggal dengan tingkah dari pak polisi, seperti ada yang ditutupi mereka, mengapa aku pemilik rumah diusir."Sebaiknya kita pergi dulu" ucap mas Deff memberhentikan pergerakanku mencari koran lama.


Aku dan mas Def begitu juga dengan mba Naya pulang ke rumah mereka untuk sementara waktu.Sesampai dirumah kami bukan istirahat tapi mereka membantuku untuk mengingat, kapan aku membaca koran tentang orang hilang.


Seingatku aku membaca koran pada hari senin atau selasa baru pertama kali aku dan mas Arditho tinggal di rumah itu. Kami bertiga mencari koran pada hari itu juga, mengelilingi toko yang menjual koran lama.


Sudah begitu banyak toko yang kami kelilingi tapi tidak ketemu koran lama pada tanggal segitu.

Dengar dari penjelasan penjual toko koran itu katanya ditarik lagi. "Ada apa ini ? Permainannya sangat bagus sekali" ucap mas Def. Kulihat mas Deff, sudah berputus asa melihat raut wajahnya seperti tidak memiliki harapan lagi.

"Sekarang kita pulang dulu" ucap mas Deff, "Sudahlah mas kita ikhlaskan saja kepergian mas Arditho" pintaku "Bukan itu masalahnya Rina, aku juga sudah mendoakan agar dia diterima sisi Allah, yang aku takut itu selanjutnya kamu adalah korban dari sosok itu" ucap mas Deff.


Seketika tubuhku melemah mendengar perkataan mas Deff. 

Tubuhku begitu lemah, seakan aku siap mati dalam waktu dekat ini.
Sesampai dirumah, mba Naya menyuruh mandi agar pikiranku kembali segar. Mas Deff masih mencari solusi, terus berfikir.

Aku masuk kekamar mandi, kutanggalkan semua bajuku. "Rina, apa kau tidak merindukanku ? Ayo pulang bersamaku Rina" ucap bayangan mas Arditho.

"Ambil pisau, agar kita bisa hidup bersama Rina" tambahnya lagi.
Senyumannya begitu lepas dan aku pikir dengan jalan itu aku bisa bertemu dengan mas Arditho. Kuambil handuk, dan perlahan aku melangkah ke dapur untuk mengambil pisau.

"Rina, untuk apa pisau itu ?" tanya mba Naya memergokiku. "Mau itu mba buka bungkusan pakainku" bohongku kepada mba Naya.


"Ohhh, yasudah. Jangan lupa di kembalikan ketempatnya" pesan mba Naya. 

180. Aku bergegas masuk kekamar mandi, kemudian kusayat tanganku. "Bagus Rina, sehabis ini kita akan hidup selamanya" ucap mas Arditho tertawa senang. Begitu juga aku ikut senang melihat mas Arditho bisa tertawa dan tidak membenciku lagi. Tanpa merasakan sakit lagi, kusayat - sayat tanganku hingga mengeluarkan begitu banyak darah.

"Kamu senang mas ? Kita bisa hidup bersama ?" tanyaku pada suamiku.


"Bagus Rina, dengan begitu aku dan kamu bisa hidup bersama, Hahaha" tawa mas Arditho.."Braaakkkk" "Rinaaa, Rinaaa, Rina, bangun Rinaa" suara dobrakan pintu dan teriakan mba Naya kudengar, pandanganku sudah kunang - kunang, dan suara itu sudah bergema ku dengar mengisi ruang kamar mandi.


"Rina bangun, kamu ga bisa begini"Semenjak saat itu, tidak ada kata atau teriakan mba Naya kudengar.


"Kenapa kau melakukan itu Rina ?" bentak mas Arditho kepadaku,

"Bukannya kamu senang mas kalau kita bisa hidup bersama ?" balasku lagi pada mas Arditho.
"Tidak Rina, kita beda kamu salah
Itu bukan aku" 
Setelah itu, aku tidak pernah ketemu lagi dengan mas Arditho, begitu juga dengan mas Deff dan mba Naya. Bahkan aku tidak bisa meminta maaf lagi kepada orang yang aku sayang.

"Halo mas, saya Amelya apa yang bisa saya bantu ?" sapaku sambil berkenalan dengan seorang pria.

"Saya Deff, saya membutuhkan bantuanmu" ucap seorang pria itu, entah apa yang harus saya bantu saya tidak tahu padahal baru kenal. 
"Kebetukan pemilik rumah ini dulunya dekat dengan saya, namun karena mereka sudah meninggal akhirnya rumah ini dijual oleh orang tua mereka" jelas pria itu.

Aku sudah kepikiran, apakah orang yang punya rumah ini meninggal di sini ? Sampai dia mendatangi rumah ini ? Pikirku. 

"Benar mba, suami dari pemilik rumah ini dulunya gantung diri dikamar depan" ucapnya seperti dia bisa menebak jalan pikiranku.

"Hahh?" aku sontak terkejut, mendengar perkataannya aku baru membeli rumah ini dan baru sehari kutinggali, masa aku harus pergi. 

Saya hanya menitip pesan, kalau ada kejadian yang diluar nalar tolong langsung menelpon saya mba" ucap pria itu kepadaku sambil memberikan kartu namanya.

Kulihat kartu namanya, sepertinya orang berada. Tidak mungkin dia berniat buruk kepadaku, pikirku masih menerka nerka. 

Setelah memberikan kartu namanya, dia langsung berpamitan pergi. Tidak kuhiraukan sedikit pun pesan yang disampaikannya.

Aku hanya beranggapan, masih zamankah orang percaya dengan tahayul digentayangin ?

Orang berada tapi masih percaya sama hantu, huuu! Sindirku dalam hati Setelah pria itu pergi, aku memasak tidak tahu kenapa aku sangat senang memasak di dapur yang begitu bagus ini.

Karena semangatnya tidak terasa aku sudah selesai memasak, untuk berkenalan dengan tetangga biasanya aku membagikan masakan ku yang super duper enak."Permisi, saya kebetulan baru pindah bu, ini ada sedikit makanan hitung - hitung bisa berkenalan dengan keluarga ibu" ucapku dari satu rumah ke rumah lainnya.


Hingga rumah terakhir adalah tetangga disebelah kiri rumahku 

"Halo bu" sapanya ketiak aku baru sampai didepan rumahnya.
"Halo saya Amelya bu, tetang baru ibu, kebetulah rumah kita saya di sebelah" ucapku sambil memberikan makanan.

Tapi entah kenapa raut wajahnya ibu Rista tiba - tiba berubah. Seperti ada sesuatu yg ingin disampaikan. "Mohon maaf ya bu, saya masuk dulu. Anak saya menangis" ucapnya sambil meninggalkanku.

"Ah yasudahlah pikirku" aku kembali ke rumahku untuk mandi karena sebentar lagi suamiku pulang.
Ketika masuk kekamar mandi, seperti ada bau, tapi bau apa ?  Kuhiraukan bau itu, kupikir pembuangan toilet ini sudah mampet hingga baunya naik lagi.

Karna cermin ditoilet ini begitu besar membuatku betah melihat bayangan diriku.


"Kamu cantik" terdengar suara bisikan halus ditelingaku 

 Bulu kudukku berdiri seketika, kuperhatikan sekitarku, kepalaku mulai pusing dan mulai berat. Seisi ruangan seperi hidup, bergerak mendekat kearahku.

Langsung aku keluar dari toilet, menuju ruang tengah dengan sehelai handuk yang kugunakan. 

"Siapa disana ?" teriakku melihat seseorang mengintip dari jendela membuatku merasa tidak aman dan dalam posisi bahaya.

Langsung kuhubungi suamiku, "Tut, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, cob....." nasib sial, suamiku tidak mengangkatnya.  "Tulululutt, Tulululut"

Suara telepon berdering membuatku kaget. "Halo, dengan keluarga pak Farhan. Ada yang bisa saya bantu ?" ucapku menjawab telepon itu.

"Sayang, tolong buka pintu. Aku sudah menunggu la.. Tut" telepon terputus. "Tok, Tok, Tok"

Setelah telepon terputus diikuti dengan suara ketukan pintu, aku masih ragu apakah benar itu suamiku atau bukan.

"Ah jangan - jangan mas tadi siang mau berbuat jahat padaku" pikirku kuintip sedikit dari jendela.  Aku dikagetkan oleh wajah pria yang hancur, dilapisi dengan semen yang baru diaduk.

Tidak tahu harus berkata apa, apa yang akan dilakukan pria itu ?

Perlahan aku mundur kebelakang, ketakutan sudah menyelimutiku. Ternyata benar apa yang dikatakan mas Deff kalau ada hal - hal diluar nalar yang bakal terjadi.


Sembari menangis, kucari kartu nama mas Deff. 

"Dimana kartunya aku buat ? Please tolong aku" ucapku dalam hati sembari menahan suara tangisku.

"Dooor, Dooorr, Dorrrr"


"Dorrr, Dorr, Dooorrrrr"


Buka pintunya..


Sepertinya sosok itu memaksa masuk, suara pintu yang digedor membuatku ketakutan.


Buka pintunya... 

Dia berteriak begitu keras, tapi kenapa tidak ada tetangga yang mencoba menghalanginya ?

"Braaakkk"


Tiba - tiba pintu sudah didobrak, aku langsung sembunyi dibawah meja.

Melihat dari celananya, seperti pekerja kantoran.

"Amelya, kamu dimn ? Ini aku Deff" ucap pria itu. Aku takut, kalau itu adalah jelmaan bukan manusia. Aku menahan diri, agar tidak keluar dari tempat persembunyianku.


"Dugh, Dugh, Dugh"


Perlahan langkah kakinya mendekat kearahku. "Happ" dia berhasil meraih tanganku, "Ya tuhan tolong aku" kubacakan berukang kali ayat kursi. 

Aku tidak tahu, jenis setan apa ini tahan dengan ayat kursi, bahkan dia tidak bergerak pergi.

"Ayo cepat keluar, disini tidak aman." ucapnya sambil menarik tanganku dan membawaku kedalam mobil, "Sayang, cepat berikan dia pakaian ucapnya pada seorang wanita" 

"Kamu tidak usah takut, kami bukan orang jahat. Kami hanya mau menolongmu dari penunggu rumah itu, sekarang pakai dulu pakain ini" ucap wanita yang duduk didepanku.

"Sekrang telepon suamimu suruh datang ke alamat ini" ucap mas Deff memberikan ponselnya dan alamat tujuan. 

Mobil yang dikemudikan mas Def melaju begitu kencang, tidak sampai 20 menit kami sudah sampai disuatu rumah. Sedangkan suamiku tidak tahu dia membaca pesanku atau tidak.

"Ayo masuk kedalam" ajak wanita yang duduk didepanku sepertinya pasangan dari mas Def. 

Setelah masuk, kedalam rumah aku langsung ditanya oleh mas Def, "Apakah kamu pernah menemukan tumpukan koran dirumah itu ?" tidak tahu mengapa seperti ada yang diharapkan mas Deff dari tumpukan koran itu. "Ada mas, dikamar depan" jawabku dengan cepat. "Kalian berdua tunggu disini, aku akan kembali secepat mungkin kalau ada orang yang mengetuk pintu jangan dibukakan" pesan mas Deff mengingatkan aku dan wanitanya.

Aku tidak tahu mas Deff pergi kemana, aku hanya bisa terdiam saling bertatapan dengan wanita mas Deff."Kanaya" ucapnya sembari memberikan tanganya untuk bersalaman, "Amelya mba" balasku sembari menyalam tanganya.


Karena rasa penasaran, aku bertanya kepada mba Kanaya ada apa sebenernya terjadi.


Dengan detail dia cerita semuanya dari kejaian sampai aku bisa tinggal disitu."Tok, Tok, Tok"

"Sayang, Amelya. Buka sayang" seperti suara suamiku. "Mba, bisakah aku membukakan pintu untuk suamiku ?" tanyaku pelan kepada mba Naya.

"Jangan pernah membukakan pintu jikalau ada yang mengetok" ucap mba Naya sambil menjelaskan kalau itu bukan suamiku. "Itu hanya jelmaan suruhan, dan bukan benar benar suamimu, ketika kamu membukakan pintu dan mengitukutinya maka nyawamu sebagai taruhan" jelas mba Kanaya kepadaku.


Hampir setengah jam kami menunggu mas Deff tidak kembali juga, rasa kawatir kami sudah mulai tumbuh perlahan. "Cetek, Sreekk" pintu terbuka

"Mas, kamu kah itu ?" tanya mba Kanaya memastikan. Dengan tergesa - gesa mas Deff mengunci kembali pintu rumah itu, seperti membacakan doa, dia membuat benteng rumah agar tidak bisa dimasuki oleh mereka makhluk jahat. 
213. "Cepat cari koran, pada hari senin dan cari berita orang hilang" perintah mas Deff sambil memberikan setempukan koran.

Cari, cari, kucari. Begitu juga dengan mba kanaya mencarinya.


"Ini mas ketemu" ucap mba Naya 

"Berita orang hilang, Angg usia 37, terakhir terlihat pria ini bekerja di proyek perumahan permata, bila melihat pria ini harap hub. (212) 07099 Cita. Harap berhati - hati dengan orang ini, tertuduh kasus dalam penggunaan ilmu gelap dan salah satu pendiri sekte sesat." 
Kulihat koran itu, sudah sekitar 10 tahun yang lalu. Langsung mas Deff mencoba menghubungi Cita kontak yang tertertera dalam koran itu.

"Tutt, Tuttt, Tutt"

"Halo, dengan Cita ada yang bisa saya bantu ?" ucap wanita bernama Cita yang terhubung dengan kami melalui ponsel. "Mohon maaf mbak, saya ingin bertanya dengan kasus orang hilang 10 tahun lalu bernama Angg, ketika hilang usianya 37 dengan tuduhan menghilang karna kasus ilmu gelap dan sebagai salah satu pendiri sekte sesat" jelas mas Deff. "Baik, pak. Sedikit penjelasan dari saya, kebetulan saya adalah anak beliau. Ayah saya sudah meninggal akibat penggrebekan sekte sekitar 5 tahun lalu dipulau sebrang pulau sumatera." jawab Cita, terdengar seperti bersedih malu akan kesalahan ayahnya. "Boleh tau mbak teman dekat beliau ketika bekerja di proyek perumahan Permata ?" tanya mas Deff lagi pada wanita itu berharap menemukan sedikit jawaban. 

Kebetulan teman dekat ayah saya adalah pak Wisnu yang bekerja di bidang pemasaran pada 10 tahun silam. Ayah saya bekerja disana mencari pengikut - pengikutnya untuk menyembah setan dan sekte yang didirikan" tambah wanita itu memberikan informasi sangat jelas.  "Baiklah kalau begitu mba Cita, terima kasih atas informasinya, tut" mas Deff sepertinya sudah tau dengan motiv mengapa bisa ada kejanggalan dalam rumah itu.





Malam ini kami harus beristirahat menunggu keesokan pagi.


"Mohon maaf pak, numpang tanya apakah pak Wisnu masih bekerja disini ?" tanya mas Deff kepada salah seorang pegawai yg sedang berada di lobby perusahan perumanahan permata [3P].


"Masih mas, kebetulan pak Wisnu sedang ada tamu" jawab salah satu pegawai 3P itu.Selesai pak Wisnu menerima tamu, kami langsung masuk ke ruangannya.

"Halo, bertemu lagi dengan saya"
ucap mas Deff yang sepertinya sudah pernah bertemu pak Wisnu.
"Dulu dirimu bisa kabur dengan mengandalkan garis polisi tapi sekaranh tidak bisa" ucap mas Deff menggertak. 
"Kasus ini bakalan kita ungkap, siapa dalang semua dibalik ini" tambah mas Deff yang sudah mulai panas.

"Security, Security usir semua orang ini. Mereka bukan tamu saya" ucap pak Wisnu ketakutan "Suuuttttttt, tidak usah pake security, hanya kita yang bermain" gertak mas Def 

"10 tahun saya mendalami kasus ini, kali ini kamu tidak saya lepaskan" ucap mas Deff sambil mengepalkan tangannya sempurna.
"Apa bukti yang kamu punya ?" tanya pak Wisnu yang sudah ketakutan akhirnya dibongkar.
"Saya sudah punya semua saksinya dan orang bayaran kamu" 
Jawaban mas Deff membuat pergerakan pak Wisnu seperti tidak punya ruang.

Tiba - tiba beberapa polisi datang langsung menyergap pak Wisnu.

Tanpa perlawanan pak Wisnu menyerahkan diri kepada polisi. 
Sidang dibuka, semua bukti dan saksi begitu juga orang suruhan oleh pak Wisnu sudah dibawa.

Kasus bunuh diri oleh Arditho 10 tahun silam dibuka kembali untuk membuktikan bahwa ada dalang yang mengakibatkan seorang Arditho bunuh diri.Semua orang suruhan sudah di interogai bahkan beberapa pihak polisi ada yang ikut masuk dalam kasus ini. Semua sudah mengakui perannya. Sehingga pak Wisnu mengakuin kesalahnya.Dengan ini saya bernama Wisnu mengakui kesalahan 10 Tahun silam, untuk mendapatkan harta yang berlimpah saya meminta bantuan kepada seseorang bernama Angg, yang sudah meninggal 5 tahun lalu, tertembak pada saat penggrebekan sekte sesat" 


"Salah satu pekerja proyek sengaja ditumbalkan, dimasukkan kedalam mesin pengocok semen dan dikubur sebagai pondasi rumah korban. Dengan tumbal ini Angg bisa mendapatkan kekuatan dari pujaannya dan memberikannya kekuatan gelap yang lebih. Begitu juga dengan saya setiap.. 

Setiap proyek perumahan yang saya pegang, selalu laris manis dengan kekuatan gelap dari Angg, hasil proyek dibagi menjadi dua, setengah untuk saya dan setengah lagi untuk Angg mengembangkan sekte sesatnya. Korban bernama Ardhito dan Rina mati bunuh diri akibat suruhan dari- 
Angg, semakin banyak orang yang meninggal dirumah itu maka semakin kuat pula kekuatan Angg, untuk menghalangi saudara Deff untuk membongkar kejadian janggal ini saya menggunakan polisi bayaran agar tidak melihat tkp. Saya meminta maaf sebesar - besarnya kepada semua pihak 

Atas kesalahan saya, saya mohon keringanannya. Terakhir setiap orang yang tidak dirumah itu bakal menjadi tumbal karena Angg sudah meninggal tidak ada lagi yang mengontrol tumbal proyek sebelumnya. Sebelumnya Angg berpesan sebelum dia meninggal, agar tumbal ini tidak - 


Pondasi dari mayat proyek tersebut harus dibongkar dan dikuburkan dengan baik dan benar menurut kepercayaan agamanya. 

0 Komentar:

Posting Komentar