DUNIAHORROR - Kasih Ibu tak terhingga, sampai liang lahat pun kasih itu terus dibawa.
Bagaimana jika setelah kepergiannya, Suatu malam Ibu datang ke rumah untuk menjenguk anaknya?.
Kisah pengalaman Ika, seorang teman semasa kuliah.
Ratna masih ingat hari itu, suatu hari saat iya duduk di kelas 3 SMA. Sore itu Ika pulang lebih terlambat, maklum sekolahnya mengadakan Les tambahan untuk persiapan Ujian.
Hari itu, ia mendengar kabar yang tak pernah terbayang dalam hidupnya. Ibunya meninggal. Dan itu tepat satu minggu setelah ayahnya berpulang. Hancur, luluh lantak perasaannya.
Dan kalian tahu kabar buruknya? Ika punya adik , yang cewek usia 10 tahun dan yang cowok 5 tahun.
Oke saya cerita dulu latar belakang keluarga ini. Ayah Ika seorang PNS, dulu bertugas di salah satu kabupaten di Kalimantan Barat. Ibunya asal kabupaten itu juga. Nah sejak pindah ke Pontianak, ibunya sudah tak pernah pulang ke keluarganya.
Bukannya apa, untuk pegawai negeri pangkat rendah, biaya untuk mudik itu cukup mahal. Ibunya bilang, kelak Ika akan butuh uang untuk kuliah, jadi lebih baik uang disimpan saja.
Otomatis di Pontianak mereka tak punya keluarga. Kecuali keluarga ayahnya, itu juga keluarga jauh dan hubungan mereka tak baik.
Sore itu Ika hanya menangis sambil memeluk Lulu dan Nanda. Kedua adiknya. Tangis yang lebih keras daripada seminggu sebelumnya ketika ayahnya pergi untuk selamanya. Lulu juga ikut menangis. Nanda yang masih kecil hanya memeluk Ika. Ia tak terlalu mengerti.
Sebagai baktinya, Ika ikut serta memandikan Jenazah Ibunya. Diusapnya lengan ibunya perlahan. Ia tak kuasa menahan air mata, tapi di momen itu Ika berusaha tegar.
Hal aneh terjadi kala Ika membersihkan sela jari ibunya.
Tangan ibunya seperti menggenggam tangannya. Ika berusaha melepaskan namun cengkeaman itu terasa erat.
Ika hendak meminta bantuan kepada Mak Suti, tetangga yang ikut serta memandikan ibunya. Tapi belum juga Ika berbicara, cengkraman itu lepas.
Ika sempat merasa takut. Tapi setelah dipikir masak ada Ibu yang mau menakuti anaknya. Lagipula rasa takut Ika tertutup oleh rasa sedih yang mendalam. Terbayang rumitnya hidup tahun-tahun ke depan.
Setelah dikafani dan disolati, maka dihantarkanlah Ibunya ke peristirahatan terakhir. Air mata Ika mengalir deras. Nanda di gendongannya hanya menatap lembut pada Ibunya. Lulu menarik tangan Ika.
"Kak, kata pak ustadz tadi. Kalau kita menangis, ibu juga akan menangis"
Ika berusaha menghapus air matanya. Ia tak mau mengecewakan Lulu. Ia berusaha tegar hingga prosesi pemakaman selesai.
Saat mereka berjalan meninggalkan kuburan, tiba tiba Nanda kecil bertanya. "Kemana?"
"Kita pulang" kata Ika.
"Pulang kemana?"
"Ke rumah"
"Ibu ndak pulang"
"Ndak. Ibu di sini saja"
"Nanda mau sama Ibu"
"Ini tempat Ibu sekarang. Nanda sama kakak ya" ika tak kuasa menahan sedihnya. Sepertinya Nanda baru mengerti bahwa ia akan berpisah dengan ibunya.
Sepanjang jalan Nanda terus menangis. Ia ingin ibunya ikut pulang. Ia tak mau meninggalkan ibunya.
Malam pertama tanpa ibunya, Pak Amat suami Bu Suti yang merupakan tetangga mereka menawarkan Ika dan saudaranya menginap di rumah mereka. Tapi Ika menolak. Ia tahu anak Bu Amat dan Bu Suti juga banyak, tak enak ia menumpang.
Apalagi Nanda terus menangis. Tak enak ia berisik di rumah orang. Maka sebagai gantinya, Bu Suti menawarkan diri menginap di rumah Ika. Agar Ika tak kesepian. Ika setuju.
Maka malam itu Lulu dan Nanda tidur di kamar Ika. Nanda terus rewel ingin bertemu Ibu. Mati-matian Ika memberi pemahaman pada Nanda bahwa Ibu sudah tidak akan bersama mereka lagi. Sampai Ika akhirnh berbohonh "ibu lagi pergi, nanti kLu urusan ibu sudah selesai, ibu akan pulang"
Nanda akhirnya tenang. Malam itu Ika tertidur dengan segala derita fisik dan perasaan yang ditamggungnya. Kehilangan kedua orang tua dalam waktu yang berdekatan sungguh menghancurkan hatinya.
Besoknya Ika telat bangun. Nanda sudah riang berlari-larian di ruang tengah. Lulu masih tertidur.
Ika keluar rumah dan Nanda sudah mandi, berganti baju, dan dibedaki.
"Wah Nanda sudah rapi. Mandi sama Mak Suti ya?" Tanya Ika pada Nanda yang sedang bermain pesawat-pesawatan.
"Ndak" sahut Nanda kecil.
"Nanda mandi sama Ibuk" tambahnya.
"Deg!" Ika kaget bukan kepalang. Bagaimana caranya Nanda bisa mandi bersama Ibu. Bukankah Ibunya sudah tiada?
Ika memeriksa Handphone-nya hendak bertanya pada Mak Suti. Bisa saja kerinduan Nanda pada ibu membuatnya menjawab begitu. Tapi ada sms yang dikirim Mak Suti tadi pagi.
"Nak Ika, maaf Ibu pulang awal. Anak Ibu kata bapaknya tubuhnya panas". Ika tertegun.
"Kak Ika, kak Ika. Ibu pergi lagi" kata Nanda lugu.
"Kapan Ibu pergi?" Tanya Ika.
"Ibu tadi pergi. Terbang! Bagus!" Kata Nanda.
Ah, bulu kuduk Ika berdiri.
Maaf ya, saya sedang komunikasi dengan Ika sebentar. Ada beberapa bagian yang Ika baru ingat untuk melengkapi adegan2 setelah ini.
Tapi Ika tak ambil pusing. Barangkali Nanda memang sangat rindu ibunya. Dipeluknya Nanda erat. Tak kuasa Ika menahan tangis.
Ika berencana tidak sekolah selama seminggu. Ia harus mencari akal bagaimana cara merawar adik2ny sementara ia harus sekolah. Lulu sudah bisa mengerti, tapi Nanda tak bisa ditinggal begitu saja.
Soal keuangan, Ika tidak terlalu cemas. Ayahnya pegawai negeri, kalau sekedar untuk hidup dan makan mereka masih ada uang pensiun. Tapi beban terberatny adalah mengasuh adik-adiknya.
Malam harinya Nanda menangis. Ia tak mau tidur bersama Nanda.
"Ibu, Nanda mau tidur sama Ibu".
"Ibu ndak ada dek" kata Lulu.
"Ibu ada" Nanda kecil kekeuh bahwa ibunya masih ada.
Ika kemudian berinisiatif membawa Nanda ke kamar orang tuanya. Sebenarnya Ika belum siap.
Kalian tahukan aroma itu bisa menyimpan kenangan? Nah aroma kamar orang tuanya bisa membuat Ika jadi lebih sedih. Makanya Ika menghindari ke sana. Tapi demi Nanda Ika menguatkan diri.
"Kak, lulu di sini aja" kata Lulu. Ia tak mau ikut.
"Kenapa?"
"Lulu takut"
"Takut kenapa?"
"Ibu kan baru meninggal. Kata teman Lulu, nanti ibu jadi hantu"
"Hush! Jangan sembarangan. Ibu sudah tenang di sana"
Lulu tetap tak mau ikut.
Ika mengalah. Ditinggalkannya Lulu. Semakin dekat ke kamar ibunya, Nanda berhenti menangis.
Ketika ika memegang gagang pintu, Ika mendengar sesuatu.
Ada yang menangis di dalam. Pilu sekali terdengarnya.
Ika berhenti sejenak. Ika memandang Nanda.
"Ibukkk" kata Nanda. Jantung Ika berdegub kencang.
"Bobo di kamar kakak aja ya"
"Ibuuuk" Pekik Nanda. Ika tak punya pilihan. Dibukanya pintu itu, gelap. Ika menyalakan lampu, tak ada siapapun.
Kamar itu menjadi saksi wafatnya ibunya. Itulah kenapa Ika belum berani ke sana. Tapi Nanda tampak senang. Mungkin aroma Ibunya yang masih tersisa membuat Nanda merasa nyaman. Ika mengusir jauh-jauh pikiran buruknya. Dipandanginya wajah Nanda dengan perasaan penuh kasih sayang.
Malam itu Ika tak dapat tidur dengan nyenyak. Dadanya terasa sesak dan sedih. Menjelang shubuh baru Ika tertidur. Tapi tak lama kemudian sekitar pukul 6 pagi Ika terbangun. Ia mendengar adiknya tertawa. Tapi saat bangun, Nanda tak ada di sampingnya. Ika panik.
Ia ke kamarnya tempat Lulu tidur. Hanya ada Lulu di sana. Ia cari ke ruang tamu juga tidak ada. Seluruh pintu rumah masih terkunci rapat.
Lalu Ia mendengar suara Nanda lagi.
"Nan! Nan! Nanda!" Panggil Ika. Tapi Nanda tak menyahut.
Suara Nanda masih terdengar. Ika mencari sumber suara yang mengarahkannya ke kamar Ibu.
Ika mendekati lemari. Suara Nanda terdengar jelas dari sana. Ika membuka pintunya.
"Bwaaaaaaa! Hahahahahahaha!" Nanda tampak girang setelah membuat kaget Ika.
"Nanda, kamu ngapain di sini?"
"Nanda main sama ibuk"
Deg!!!! Bulu kuduk Ika berdiri. Ini jelas ada yang tak beres.
Ia menggendong Nanda dan membawa ke kamarnya. Nanda terus menangis ingin bermain dengan ibu. Tapi Ika bersikokoh agar Nanda tetap bersamanya.
Siangnya Ika memberanikan diri memgaja adik-adiknya ke rumah pamannya. Tepatnya sepupu dari ayahnya. Ini yang Ika bilang hubungannya gak baik. Soalnya istri pamannya itu galak, dan sombong.
Pamannya menyambut ika dan adik2nya dengan baik. Apalagi Ika sedang berduka. Tantenya juga. Tapi saat Ika bilang mau menginap beberapa hari, tantenya tampak tidak suka.
"Ya sudah, kamu dan adik-adikmu di sini saja dulu" kata Paman Ika. Maka malam itu Ika menginap di rumah itu.
Besoknya, Ika dan adik2nya diusir oleh tantenya. Alesannya, Ia diganggu arwah Ibu Ika.
Jadi pas tidur, tante Ika merasakan sesuatu yang berat menindihnya. Nafasnya sesak. Dan saat ia membuka mata, ia melihat sosok Ibu Ika menangis di samping kasurnya. Ia berusaha membangunkan suaminya. Namun saat suaminya bangun, sosok itu sudah enggak ada.
Malam itu juga ia mau mengusir Ika karena dianggap membawa petaka, tapi suaminya menganggap istrinya mengada-ngada. Ia tahu istrinya itu tak suka dengan keluarganya tapi mengusir keluarga yang numpang menginap sungguh tak manusiawi.
"Kau tahu Ika! Kedatanganmu kemari cuma jadi petaka!" Kata Tante Ika.
"Sudah jangan kau dengar tantemu" kata Pamannya. Tapi mendengar cerita itu Ika tahu tantenya tidak berbohong. Ia tak mau menjadi masalah, maka siang itu juga dia pamit.
Ika teringat kalimat guru agamanya. Arwah seseorang yang meninggal 40 hari masih ada di sekitar kita. Ah, kenapa pula ia harus takut pada ibunya sendiri. Ika menguatkan hati.
"Kak Ika masih sedih ya Ibu pergi" tanya Lulu.
"Enggak kok, kan ada kalian yang nemenin kalian" kata Ika.
"Tapi kemarin malam Lulu dengar ibu nangis. Itu pasti karena Kak Ika nangisin ibu" kata Lulu
"Di mana kamu dengernya Lu?"
"Di depan pintu kak. Lulu takut"
Malam itu, ketika Ika tidur di kamar ibunya. Lulu mendengat suara dari depan pintu.
"Kak? Kak Ika?"
Tak ada yang menjawab.
Lalu terdengar suara tangis yang pilu. Lulu mengerti itu bukan kakaknya.
"Lu, lulu. Kamu sudah makan Lu? Mau ibu masakin apa?"
Lulu gemetar lalu bersembunyi di balik selimut. "Ibu pergi saja!" Kata Lulu.
"Ibu sudah pulang" kata suara di depan pintu. Lulu menggigil. Tapi ia tak bisa teriak. Tubuh Lulu lunglai.
Besoknya lulu batuk-batuk. Terus muncul suara ibunya.
"Es teroooosss"
Ga deng ini bercanda
Malam ketiga tanpa ibunya. Kejadian aneh kembali terjadi.
Saat jam menunjukkan pulul 12, Ika mendengar suara dari dapur. Suara seperti panci dan wajan yang digerakkan. Aroma makanan juga tercium dari dapur. Sungguh enak. Ika tahu, ibunya datang lagi.
Sementara itu Nanda masih sering terlihat bermain sendirian sambil tertawa. Setiap ditanya ia selalu bilang kalau ia sedang bermain dengan ibu.
Semua itu mulai membuat Ika stress. Ia tak tahu harus apa. Ingin ia bercerita kepada orang lain, tapi ia takut ibunya jadi bahan pembicaraan. Bukannya ditolong malah jadi bahan gosip.
Suatu sore Sahabat Ika datang ke rumahnya. Ia belum sempat menemui Ika sejak Ayah Ika meninggal. Ia baru pulang umrah bersama orang tuanya.
"Aku turut berduka cita Ka" kata Maya.
"Sudahlah, semua sudah lewat. Doakan aku kuat" kata Ika.
Kepada Maya Ika berani menceritakan semua kejadian yang ia alami.
"Jadi Ibumu pulang lagi?"
"Iya May, aku juga tak mengerti" kata Ika.
"Pasti ada alasannya Ka" kata Maya
"Tapi apa?"
"Itu yang harus dicari tahu"
Sepulangnya Maya, Ika memikirkan apa yang Maya katakan. Maya benar, ibunya tak tenang. Ada yang mengganjalnya. Tapi apa? Entahlah. Teka-teki itu harus dipecahkan.
Ika mulai mengingat hari-hari terakhir ibunya.
Setelah ayahnya meninggal Ibu Ika sering tampak murung. Bagi Ika itu normal, ia juga sedih ditinggal ayahnya. Ibunya juga jadi lebih dekat dengan Ika. Apalagi pada adik-adiknya. Sepanjang hari seperti ingin selalu bersama.
Suatu hari ibunya memanggil ika untuk bicara.
"Ika, kamu memang belum cukup umur. Tapi ibu percaya kamu sudah dewasa. Kalau ibu enggak ada, jaga adik-adikmu ya"
"Memangnya ibu mau kemana?" Takya Ika.
"Ibu tetap di sini. Tidak akan jauh-jauh. Tapi ibu butuh bantuan Ika buat jaga adik-adik"
"Iya Bu, ika akan jaga mereka kok"
Kini Ika mengerti. Ibunya sudah tahu kalau umurnya tak lama lagi. Ibunya seperti bersiap-siap pergi. Dan kedekatan di akhir hayatnya itu karena ibunya ingin memiliki kenangan manis bersama.
Tapi setau Ika ibunya tak punya penyakit yang parah. Ibunya juga wafat dengan damai saat tidur di kamarnya. Meninggal begitu saja.
Malam itu, Nanda terlihat sangat rewel. Ia terus merengek. Ika berusaha menenangkan adiknya. Lulu juga membantunya. Tapi nanda terus menangis. Lalu kejadian aneh kembali terjadi. Mereka mendengar suara Ibu mereka menyanyikan lagu Nina Bobo. Suara itu jelas sekali.
Ika dan Lulu terdiam. Walaupun itu suara Ibunya tetap saja Ibunya sudah enggak ada. Tetap menakutkan. Tapi Nanda yang mendengar suata itu malah menjadi tenang.
"Nanda mau bobo sama ibu" kata Nanda. Nanda kemudian melompat dari pelukan Ika dan berlari ke arah pintu kamar.
Cepat sekali Nanda berlari sedangkan Ika dan Lulu masih mematung.
"Nanda kak!" Seru Lulu
"Nanda! Tunggu!" Kata Ika. Tapi Nanda terus berlari keluar.
Saat mereka keluar, Nanda tak ada di sana.
"Kak gimana nih?"
"Kita cari di penjuru rumah"
Ika dan Lulu bergegas. Di ruang tamu tak ada, di dapur tak ada. Ika tau mereka di mana.
Pelan-pelan Ika membuka kamar ibunya.
Ika dan Lulu bertatapan. Di atas tempat tidur, Ibu duduk sambil menimang Nanda. Nanda tertawa.
"Ibuk" kata Ika.
Sosok itu menatap Ika tajam.
"Buk, ibu kenapa di sini? Ini bukan tempat Ibuk lagi"
Lalu tubub Nanda seperti melayang di udara, sosok itu melesat cepat ke depan wajah Ika.
"Ini tempat ibu, kalian anak ibu".
Ika mematung. Lulu menganga. Sedetik kemudian sosok itu hilang.
"Kak, kita jangan tidur di rumah ini." Kata Lulu.
Ika masih diam. Dilihatnya Nanda tertidur di atas ranjang ibunya. Di dekatinya Nanda lalu dipeluknya erat.
"Ibu sayang kita Lu, ibu gak lagi ganggu kita" kata Ika. Badannya lemas. Lulu mendekat lalu memeluk Ika. Mereka tertidur.
Saya lanjut jam 8. Sila di retweet dan like dulu seperti biasa!
Besoknya Maya datang lagi. Maya cerita masalah Ika ke ayahnya. Kebetan Ayah maya ini sedikit paham tentang hal-hal ghaib. Kata Ayah Maya, biar Ibu Ika tenang harus ketahuan dulu kenapa dia gak tenang. Coba periksa peninggalan-peninggalannya.
Maka sore harinya Ika membuk lemari orang tuanya. Diperiksanya pelan-pelan. Jangan-jangan ada petunjuk. Tapi setelah memeriksa semuanya Ika tak menemukan apa-apa.
Tapi saat Ika menyerah. Ia menemukan sebuah surat, diletakkan di bawah kotak make up milik ibunya. Begini isi suratnya kira-kira :
Anakku Ika
Kalau kau membaca ini, ibu sudah pergi. Jagalah Lulu, jagalah Nanda.
Ibu tak ingin pergi, tapi ayahmu akan menjemput. Ibu sayang kalian, tapi Ibu terlanjur berjanji pada Ayahmu. Kami, sehidup semati satu jalan.
Maka malam itu juga Ika membawa Lulu dan Nanda pergi ke rumah Maya. Di bawanya surat itu ke ayah Maya.
"Satu jalan, Jalan Sutik" kata Ayah Maya.
Jalan Sutik, adalah sumpah sehidup semati. Biasanya dilakukan untuk menunjukkan kesetiaan. Biasanya diamalkan agar tak ada kesedihan yang lama setelah salah satu pergi. Amalan Cinta sehidup semati.
Pasangan yang melakukan sumpah ini akan meninggal dalam jarak yang dekat. Dalam kasus ini ketika Ayah Ika meninggal, Ibu Ika menyusul.
"Lalu apa hubungannya dengan Ibuk yang terus pulang ke rumah?"
"Tampaknya, di akhir hidupnya Ibumu menyesali keputusan itu. Hidupnya bukan cuma bapakmu, tapi juga kalian. Ia tidak ingin meninggalkan kalian" kata Ayah Maya. Ika terdiam, tak tahu ia orang tuanya punya sumpah begitu
"Temui Ibumu, yakinkan dia kamu mampu menjaga adik-adikmu"
"Caranya?"
"Panggillah, dia akan datang"
Itu malam ketujuh setelah kepergian Ibunya.
Ika, Lulu, dan Nanda terjaga di kamar Ibu mereka.
"Ibuk, Ibuk, Ibuk" kata Ika.
"Buk!" Seru Nanda
Maka ruangan terasa dingin. Ika memeluk Nanda dan Lulu erat.
Di depan mereka muncul sosok yang mereka kenal. Wajahnya sedih. Tangannya menggapai-gapai ke arah Ika.
"Bu, ibu pulang ya bu ya. Jangan khawatirin Ika, Lulu, sana Nanda. Kami bisa kok tanpa ibu" kata Ika.
"Ibuk!" Kata Nanda. Lulu cuma termenung.
"Ika janji bakal jaga Nanda buk" ika memeluk Nanda erat. Sosok itu mengelus wajah Ika. Ika menangis. Air matanya mengalir deras.
Wajah Ibu mendekat. Ika dapat menatap wajah ibunya. Lalu sekian detik kemudian, sosok itu melesat dan menghilang begitu saja.
"Ibuk" ujar Nanda lirih.
Sejak itu Ibu tak pernah pulang lagi ke rumah. Sehari-hari selama sekolah Nanda dititipkan Ika ke rumah Mak Suti. Semua kembali normal.
Beberapa kali, setelah Ika kuliah ibu sempat hadir. Tapi kayak cuma nengokin anak2nya doang. Tapi Ika sudah gak takut.
Dengan ini, thread IBU PULANG dinyatakan selesai.
0 Komentar:
Posting Komentar