Kamis, 11 Juni 2020

IBU PULANG !!


DUNIAHORROR - Kasih Ibu tak terhingga, sampai liang lahat pun kasih itu terus dibawa.

Bagaimana jika setelah kepergiannya, Suatu malam Ibu datang ke rumah untuk menjenguk anaknya?.

Kisah pengalaman Ika, seorang teman semasa kuliah.
Ratna masih ingat hari itu, suatu hari saat iya duduk di kelas 3 SMA. Sore itu Ika pulang lebih terlambat, maklum sekolahnya mengadakan Les tambahan untuk persiapan Ujian.
Hari itu, ia mendengar kabar yang tak pernah terbayang dalam hidupnya. Ibunya meninggal. Dan itu tepat satu minggu setelah ayahnya berpulang. Hancur, luluh lantak perasaannya.
Dan kalian tahu kabar buruknya? Ika punya adik , yang cewek usia 10 tahun dan yang cowok 5 tahun.

Oke saya cerita dulu latar belakang keluarga ini. Ayah Ika seorang PNS, dulu bertugas di salah satu kabupaten di Kalimantan Barat. Ibunya asal kabupaten itu juga. Nah sejak pindah ke Pontianak, ibunya sudah tak pernah pulang ke keluarganya.
Bukannya apa, untuk pegawai negeri pangkat rendah, biaya untuk mudik itu cukup mahal. Ibunya bilang, kelak Ika akan butuh uang untuk kuliah, jadi lebih baik uang disimpan saja.
Otomatis di Pontianak mereka tak punya keluarga. Kecuali keluarga ayahnya, itu juga keluarga jauh dan hubungan mereka tak baik.

Sore itu Ika hanya menangis sambil memeluk Lulu dan Nanda. Kedua adiknya. Tangis yang lebih keras daripada seminggu sebelumnya ketika ayahnya pergi untuk selamanya. Lulu juga ikut menangis. Nanda yang masih kecil hanya memeluk Ika. Ia tak terlalu mengerti.

Sebagai baktinya, Ika ikut serta memandikan Jenazah Ibunya. Diusapnya lengan ibunya perlahan. Ia tak kuasa menahan air mata, tapi di momen itu Ika berusaha tegar.
Hal aneh terjadi kala Ika membersihkan sela jari ibunya.

Tangan ibunya seperti menggenggam tangannya. Ika berusaha melepaskan namun cengkeaman itu terasa erat.
Ika hendak meminta bantuan kepada Mak Suti, tetangga yang ikut serta memandikan ibunya. Tapi belum juga Ika berbicara, cengkraman itu lepas.
Ika sempat merasa takut. Tapi setelah dipikir masak ada Ibu yang mau menakuti anaknya. Lagipula rasa takut Ika tertutup oleh rasa sedih yang mendalam. Terbayang rumitnya hidup tahun-tahun ke depan.

Setelah dikafani dan disolati, maka dihantarkanlah Ibunya ke peristirahatan terakhir. Air mata Ika mengalir deras. Nanda di gendongannya hanya menatap lembut pada Ibunya. Lulu menarik tangan Ika.

"Kak, kata pak ustadz tadi. Kalau kita menangis, ibu juga akan menangis"
Ika berusaha menghapus air matanya. Ia tak mau mengecewakan Lulu. Ia berusaha tegar hingga prosesi pemakaman selesai.
Saat mereka berjalan meninggalkan kuburan, tiba tiba Nanda kecil bertanya. "Kemana?"
"Kita pulang" kata Ika.
"Pulang kemana?"
"Ke rumah"

"Ibu ndak pulang"
"Ndak. Ibu di sini saja"
"Nanda mau sama Ibu"
"Ini tempat Ibu sekarang. Nanda sama kakak ya" ika tak kuasa menahan sedihnya. Sepertinya Nanda baru mengerti bahwa ia akan berpisah dengan ibunya.
Sepanjang jalan Nanda terus menangis. Ia ingin ibunya ikut pulang. Ia tak mau meninggalkan ibunya.
Malam pertama tanpa ibunya, Pak Amat suami Bu Suti yang merupakan tetangga mereka menawarkan Ika dan saudaranya menginap di rumah mereka. Tapi Ika menolak. Ia tahu anak Bu Amat dan Bu Suti juga banyak, tak enak ia menumpang.

Apalagi Nanda terus menangis. Tak enak ia berisik di rumah orang. Maka sebagai gantinya, Bu Suti menawarkan diri menginap di rumah Ika. Agar Ika tak kesepian. Ika setuju.
Maka malam itu Lulu dan Nanda tidur di kamar Ika. Nanda terus rewel ingin bertemu Ibu. Mati-matian Ika memberi pemahaman pada Nanda bahwa Ibu sudah tidak akan bersama mereka lagi. Sampai Ika akhirnh berbohonh "ibu lagi pergi, nanti kLu urusan ibu sudah selesai, ibu akan pulang"
Nanda akhirnya tenang. Malam itu Ika tertidur dengan segala derita fisik dan perasaan yang ditamggungnya. Kehilangan kedua orang tua dalam waktu yang berdekatan sungguh menghancurkan hatinya.
Besoknya Ika telat bangun. Nanda sudah riang berlari-larian di ruang tengah. Lulu masih tertidur.

Ika keluar rumah dan Nanda sudah mandi, berganti baju, dan dibedaki.
"Wah Nanda sudah rapi. Mandi sama Mak Suti ya?" Tanya Ika pada Nanda yang sedang bermain pesawat-pesawatan.

"Ndak" sahut Nanda kecil.
"Nanda mandi sama Ibuk" tambahnya.
"Deg!" Ika kaget bukan kepalang. Bagaimana caranya Nanda bisa mandi bersama Ibu. Bukankah Ibunya sudah tiada?

Ika memeriksa Handphone-nya hendak bertanya pada Mak Suti. Bisa saja kerinduan Nanda pada ibu membuatnya menjawab begitu. Tapi ada sms yang dikirim Mak Suti tadi pagi.
"Nak Ika, maaf Ibu pulang awal. Anak Ibu kata bapaknya tubuhnya panas". Ika tertegun.
"Kak Ika, kak Ika. Ibu pergi lagi" kata Nanda lugu.
"Kapan Ibu pergi?" Tanya Ika.

"Ibu tadi pergi. Terbang! Bagus!" Kata Nanda.
Ah, bulu kuduk Ika berdiri.
Maaf ya, saya sedang komunikasi dengan Ika sebentar. Ada beberapa bagian yang Ika baru ingat untuk melengkapi adegan2 setelah ini.
Tapi Ika tak ambil pusing. Barangkali Nanda memang sangat rindu ibunya. Dipeluknya Nanda erat. Tak kuasa Ika menahan tangis.

Ika berencana tidak sekolah selama seminggu. Ia harus mencari akal bagaimana cara merawar adik2ny sementara ia harus sekolah. Lulu sudah bisa mengerti, tapi Nanda tak bisa ditinggal begitu saja.

Soal keuangan, Ika tidak terlalu cemas. Ayahnya pegawai negeri, kalau sekedar untuk hidup dan makan mereka masih ada uang pensiun. Tapi beban terberatny adalah mengasuh adik-adiknya.
Malam harinya Nanda menangis. Ia tak mau tidur bersama Nanda.
"Ibu, Nanda mau tidur sama Ibu".
"Ibu ndak ada dek" kata Lulu.

"Ibu ada" Nanda kecil kekeuh bahwa ibunya masih ada.
Ika kemudian berinisiatif membawa Nanda ke kamar orang tuanya. Sebenarnya Ika belum siap.
Kalian tahukan aroma itu bisa menyimpan kenangan? Nah aroma kamar orang tuanya bisa membuat Ika jadi lebih sedih. Makanya Ika menghindari ke sana. Tapi demi Nanda Ika menguatkan diri.
"Kak, lulu di sini aja" kata Lulu. Ia tak mau ikut.
"Kenapa?"

"Lulu takut"
"Takut kenapa?"
"Ibu kan baru meninggal. Kata teman Lulu, nanti ibu jadi hantu"
"Hush! Jangan sembarangan. Ibu sudah tenang di sana"
Lulu tetap tak mau ikut.

Ika mengalah. Ditinggalkannya Lulu. Semakin dekat ke kamar ibunya, Nanda berhenti menangis.
Ketika ika memegang gagang pintu, Ika mendengar sesuatu.

Ada yang menangis di dalam. Pilu sekali terdengarnya.
Ika berhenti sejenak. Ika memandang Nanda.
"Ibukkk" kata Nanda. Jantung Ika berdegub kencang.
"Bobo di kamar kakak aja ya"
"Ibuuuk" Pekik Nanda. Ika tak punya pilihan. Dibukanya pintu itu, gelap. Ika menyalakan lampu, tak ada siapapun.

Kamar itu menjadi saksi wafatnya ibunya. Itulah kenapa Ika belum berani ke sana. Tapi Nanda tampak senang. Mungkin aroma Ibunya yang masih tersisa membuat Nanda merasa nyaman. Ika mengusir jauh-jauh pikiran buruknya. Dipandanginya wajah Nanda dengan perasaan penuh kasih sayang.

Malam itu Ika tak dapat tidur dengan nyenyak. Dadanya terasa sesak dan sedih. Menjelang shubuh baru Ika tertidur. Tapi tak lama kemudian sekitar pukul 6 pagi Ika terbangun. Ia mendengar adiknya tertawa. Tapi saat bangun, Nanda tak ada di sampingnya. Ika panik.
Ia ke kamarnya tempat Lulu tidur. Hanya ada Lulu di sana. Ia cari ke ruang tamu juga tidak ada. Seluruh pintu rumah masih terkunci rapat.
Lalu Ia mendengar suara Nanda lagi.

"Nan! Nan! Nanda!" Panggil Ika. Tapi Nanda tak menyahut.
Suara Nanda masih terdengar. Ika mencari sumber suara yang mengarahkannya ke kamar Ibu.
Ika mendekati lemari. Suara Nanda terdengar jelas dari sana. Ika membuka pintunya.
"Bwaaaaaaa! Hahahahahahaha!" Nanda tampak girang setelah membuat kaget Ika.
"Nanda, kamu ngapain di sini?"
"Nanda main sama ibuk"

Deg!!!! Bulu kuduk Ika berdiri. Ini jelas ada yang tak beres.
Ia menggendong Nanda dan membawa ke kamarnya. Nanda terus menangis ingin bermain dengan ibu. Tapi Ika bersikokoh agar Nanda tetap bersamanya.
Siangnya Ika memberanikan diri memgaja adik-adiknya ke rumah pamannya. Tepatnya sepupu dari ayahnya. Ini yang Ika bilang hubungannya gak baik. Soalnya istri pamannya itu galak, dan sombong.
Pamannya menyambut ika dan adik2nya dengan baik. Apalagi Ika sedang berduka. Tantenya juga. Tapi saat Ika bilang mau menginap beberapa hari, tantenya tampak tidak suka.
"Ya sudah, kamu dan adik-adikmu di sini saja dulu" kata Paman Ika. Maka malam itu Ika menginap di rumah itu.

Besoknya, Ika dan adik2nya diusir oleh tantenya. Alesannya, Ia diganggu arwah Ibu Ika.
Jadi pas tidur, tante Ika merasakan sesuatu yang berat menindihnya. Nafasnya sesak. Dan saat ia membuka mata, ia melihat sosok Ibu Ika menangis di samping kasurnya. Ia berusaha membangunkan suaminya. Namun saat suaminya bangun, sosok itu sudah enggak ada.
Malam itu juga ia mau mengusir Ika karena dianggap membawa petaka, tapi suaminya menganggap istrinya mengada-ngada. Ia tahu istrinya itu tak suka dengan keluarganya tapi mengusir keluarga yang numpang menginap sungguh tak manusiawi.

"Kau tahu Ika! Kedatanganmu kemari cuma jadi petaka!" Kata Tante Ika.
"Sudah jangan kau dengar tantemu" kata Pamannya. Tapi mendengar cerita itu Ika tahu tantenya tidak berbohong. Ia tak mau menjadi masalah, maka siang itu juga dia pamit.
Ika teringat kalimat guru agamanya. Arwah seseorang yang meninggal 40 hari masih ada di sekitar kita. Ah, kenapa pula ia harus takut pada ibunya sendiri. Ika menguatkan hati.
"Kak Ika masih sedih ya Ibu pergi" tanya Lulu.

"Enggak kok, kan ada kalian yang nemenin kalian" kata Ika.
"Tapi kemarin malam Lulu dengar ibu nangis. Itu pasti karena Kak Ika nangisin ibu" kata Lulu
"Di mana kamu dengernya Lu?"
"Di depan pintu kak. Lulu takut"
Malam itu, ketika Ika tidur di kamar ibunya. Lulu mendengat suara dari depan pintu.
"Kak? Kak Ika?"
Tak ada yang menjawab.
Lalu terdengar suara tangis yang pilu. Lulu mengerti itu bukan kakaknya.
"Lu, lulu. Kamu sudah makan Lu? Mau ibu masakin apa?"
Lulu gemetar lalu bersembunyi di balik selimut. "Ibu pergi saja!" Kata Lulu.
"Ibu sudah pulang" kata suara di depan pintu. Lulu menggigil. Tapi ia tak bisa teriak. Tubuh Lulu lunglai.

Besoknya lulu batuk-batuk. Terus muncul suara ibunya.
"Es teroooosss"

Ga deng ini bercanda
Malam ketiga tanpa ibunya. Kejadian aneh kembali terjadi.
Saat jam menunjukkan pulul 12, Ika mendengar suara dari dapur. Suara seperti panci dan wajan yang digerakkan. Aroma makanan juga tercium dari dapur. Sungguh enak. Ika tahu, ibunya datang lagi.
Sementara itu Nanda masih sering terlihat bermain sendirian sambil tertawa. Setiap ditanya ia selalu bilang kalau ia sedang bermain dengan ibu.

Semua itu mulai membuat Ika stress. Ia tak tahu harus apa. Ingin ia bercerita kepada orang lain, tapi ia takut ibunya jadi bahan pembicaraan. Bukannya ditolong malah jadi bahan gosip.
Suatu sore Sahabat Ika datang ke rumahnya. Ia belum sempat menemui Ika sejak Ayah Ika meninggal. Ia baru pulang umrah bersama orang tuanya.
"Aku turut berduka cita Ka" kata Maya.

"Sudahlah, semua sudah lewat. Doakan aku kuat" kata Ika.
Kepada Maya Ika berani menceritakan semua kejadian yang ia alami.
"Jadi Ibumu pulang lagi?"

"Iya May, aku juga tak mengerti" kata Ika.
"Pasti ada alasannya Ka" kata Maya
"Tapi apa?"

"Itu yang harus dicari tahu"
Sepulangnya Maya, Ika memikirkan apa yang Maya katakan. Maya benar, ibunya tak tenang. Ada yang mengganjalnya. Tapi apa? Entahlah. Teka-teki itu harus dipecahkan.
Ika mulai mengingat hari-hari terakhir ibunya.
Setelah ayahnya meninggal Ibu Ika sering tampak murung. Bagi Ika itu normal, ia juga sedih ditinggal ayahnya. Ibunya juga jadi lebih dekat dengan Ika. Apalagi pada adik-adiknya. Sepanjang hari seperti ingin selalu bersama.

Suatu hari ibunya memanggil ika untuk bicara.
"Ika, kamu memang belum cukup umur. Tapi ibu percaya kamu sudah dewasa. Kalau ibu enggak ada, jaga adik-adikmu ya"

"Memangnya ibu mau kemana?" Takya Ika.
"Ibu tetap di sini. Tidak akan jauh-jauh. Tapi ibu butuh bantuan Ika buat jaga adik-adik"
"Iya Bu, ika akan jaga mereka kok"

Kini Ika mengerti. Ibunya sudah tahu kalau umurnya tak lama lagi. Ibunya seperti bersiap-siap pergi. Dan kedekatan di akhir hayatnya itu karena ibunya ingin memiliki kenangan manis bersama.
Tapi setau Ika ibunya tak punya penyakit yang parah. Ibunya juga wafat dengan damai saat tidur di kamarnya. Meninggal begitu saja.

Malam itu, Nanda terlihat sangat rewel. Ia terus merengek. Ika berusaha menenangkan adiknya. Lulu juga membantunya. Tapi nanda terus menangis. Lalu kejadian aneh kembali terjadi. Mereka mendengar suara Ibu mereka menyanyikan lagu Nina Bobo. Suara itu jelas sekali.
Ika dan Lulu terdiam. Walaupun itu suara Ibunya tetap saja Ibunya sudah enggak ada. Tetap menakutkan. Tapi Nanda yang mendengar suata itu malah menjadi tenang.
"Nanda mau bobo sama ibu" kata Nanda. Nanda kemudian melompat dari pelukan Ika dan berlari ke arah pintu kamar.

Cepat sekali Nanda berlari sedangkan Ika dan Lulu masih mematung.
"Nanda kak!" Seru Lulu
"Nanda! Tunggu!" Kata Ika. Tapi Nanda terus berlari keluar.
Saat mereka keluar, Nanda tak ada di sana.
"Kak gimana nih?"

"Kita cari di penjuru rumah"
Ika dan Lulu bergegas. Di ruang tamu tak ada, di dapur tak ada. Ika tau mereka di mana.

Pelan-pelan Ika membuka kamar ibunya.
Ika dan Lulu bertatapan. Di atas tempat tidur, Ibu duduk sambil menimang Nanda. Nanda tertawa.

"Ibuk" kata Ika.
Sosok itu menatap Ika tajam.
"Buk, ibu kenapa di sini? Ini bukan tempat Ibuk lagi"
Lalu tubub Nanda seperti melayang di udara, sosok itu melesat cepat ke depan wajah Ika.
"Ini tempat ibu, kalian anak ibu".

Ika mematung. Lulu menganga. Sedetik kemudian sosok itu hilang.
"Kak, kita jangan tidur di rumah ini." Kata Lulu.
Ika masih diam. Dilihatnya Nanda tertidur di atas ranjang ibunya. Di dekatinya Nanda lalu dipeluknya erat.

"Ibu sayang kita Lu, ibu gak lagi ganggu kita" kata Ika. Badannya lemas. Lulu mendekat lalu memeluk Ika. Mereka tertidur.

Saya lanjut jam 8. Sila di retweet dan like dulu seperti biasa!
Besoknya Maya datang lagi. Maya cerita masalah Ika ke ayahnya. Kebetan Ayah maya ini sedikit paham tentang hal-hal ghaib. Kata Ayah Maya, biar Ibu Ika tenang harus ketahuan dulu kenapa dia gak tenang. Coba periksa peninggalan-peninggalannya.

Maka sore harinya Ika membuk lemari orang tuanya. Diperiksanya pelan-pelan. Jangan-jangan ada petunjuk. Tapi setelah memeriksa semuanya Ika tak menemukan apa-apa.
Tapi saat Ika menyerah. Ia menemukan sebuah surat, diletakkan di bawah kotak make up milik ibunya. Begini isi suratnya kira-kira :
Anakku Ika
Kalau kau membaca ini, ibu sudah pergi. Jagalah Lulu, jagalah Nanda.

Ibu tak ingin pergi, tapi ayahmu akan menjemput. Ibu sayang kalian, tapi Ibu terlanjur berjanji pada Ayahmu. Kami, sehidup semati satu jalan.
Maka malam itu juga Ika membawa Lulu dan Nanda pergi ke rumah Maya. Di bawanya surat itu ke ayah Maya.

"Satu jalan, Jalan Sutik" kata Ayah Maya.
Jalan Sutik, adalah sumpah sehidup semati. Biasanya dilakukan untuk menunjukkan kesetiaan. Biasanya diamalkan agar tak ada kesedihan yang lama setelah salah satu pergi. Amalan Cinta sehidup semati.

Pasangan yang melakukan sumpah ini akan meninggal dalam jarak yang dekat. Dalam kasus ini ketika Ayah Ika meninggal, Ibu Ika menyusul.
"Lalu apa hubungannya dengan Ibuk yang terus pulang ke rumah?"
"Tampaknya, di akhir hidupnya Ibumu menyesali keputusan itu. Hidupnya bukan cuma bapakmu, tapi juga kalian. Ia tidak ingin meninggalkan kalian" kata Ayah Maya. Ika terdiam, tak tahu ia orang tuanya punya sumpah begitu

"Temui Ibumu, yakinkan dia kamu mampu menjaga adik-adikmu"
"Caranya?"
"Panggillah, dia akan datang"
Itu malam ketujuh setelah kepergian Ibunya.
Ika, Lulu, dan Nanda terjaga di kamar Ibu mereka.
"Ibuk, Ibuk, Ibuk" kata Ika.
"Buk!" Seru Nanda

Maka ruangan terasa dingin. Ika memeluk Nanda dan Lulu erat.
Di depan mereka muncul sosok yang mereka kenal. Wajahnya sedih. Tangannya menggapai-gapai ke arah Ika.
"Bu, ibu pulang ya bu ya. Jangan khawatirin Ika, Lulu, sana Nanda. Kami bisa kok tanpa ibu" kata Ika.

"Ibuk!" Kata Nanda. Lulu cuma termenung.
"Ika janji bakal jaga Nanda buk" ika memeluk Nanda erat. Sosok itu mengelus wajah Ika. Ika menangis. Air matanya mengalir deras.
Wajah Ibu mendekat. Ika dapat menatap wajah ibunya. Lalu sekian detik kemudian, sosok itu melesat dan menghilang begitu saja.
"Ibuk" ujar Nanda lirih.

Sejak itu Ibu tak pernah pulang lagi ke rumah. Sehari-hari selama sekolah Nanda dititipkan Ika ke rumah Mak Suti. Semua kembali normal.
Beberapa kali, setelah Ika kuliah ibu sempat hadir. Tapi kayak cuma nengokin anak2nya doang. Tapi Ika sudah gak takut.
Dengan ini, thread IBU PULANG dinyatakan selesai.

Selasa, 09 Juni 2020

Maafkan Aku Anakku, Jangan Mengganggu Hidupku


Maafkan Aku Anakku, Jangan Mengganggu Hidupku

 DUNIAHORROR - Aku masih tidak mengerti mengapa rasa bersalah ini begitu melekat, hingga membuat otakku nyaris gila dibuatnya. Setelah kejadian 2 tahun lalu, tidak ada hentinya ia terus menghampiriku seakan meminta perhatian dari manusia.
 Berbagai cara sudah aku lakukan untuk melupakannya. Namun, tidak satupun berhasil. 

Rasa bersalah ini makin terus memuncak bila aku sedang sendirian di apartemen. Tidak jarang aku ingin melakukan aksi bunuh diri dengan melompat dari balkon lantai 18 kamarku. 

Aku ingin berhenti diganggu olehnya, tolong berhenti mengikuti aku, aku mencintainya tapi ini bukan salahku.

 Aku masih tidak mengerti mengapa rasa bersalah ini begitu melekat, hingga membuat otakku nyaris gila dibuatnya. Setelah kejadian 2 tahun lalu, tidak ada hentinya ia terus menghampiriku seakan meminta perhatian dari manusia.

Berbagai cara sudah aku lakukan untuk melupakannya. Namun, tidak satupun berhasil. 
Rasa bersalah ini makin terus memuncak bila aku sedang sendirian di apartemen. Tidak jarang aku ingin melakukan aksi bunuh diri dengan melompat dari balkon lantai 18 kamarku. 

Aku ingin berhenti diganggu olehnya, tolong berhenti mengikuti aku, aku mencintainya tapi ini bukan salahku.


Dua tahun Silam

Namaku Melisa, aku adalah seorang yatim piatu yang tinggal di Ibu Kota sendirian. Aku tidak terlahir dari keluarga kaya raya. Tapi tempat yang aku tinggali saat ini merupakan milik tanteku. 

Meski begitu, tanteku jarang pulang ke Indonesia karena memiliki suami seorang bule.
Sering merasa kesepian di apartemen, membuat aku sering membawa kekasihku untuk datang dan menginap. Namanya adalah Khafi pemilik wajah yang manis ini membuat aku jatuh cinta sejak 6 bulan aku pindah ke apartemen ini. 
Ia merupakan tetanggaku di tower sebelah, sehingga saat masa pendekatan tidak sulit untuk memiliki waktu bertemu.

Tidak hanya wajahnya yang menawan, tapi perkataanya begitu manis sehingga sering kali membuat aku hanyut dalam rayunya. 

Sepulang kuliah ia mengundangku untuk datang ke kamarnya, karena mungkin sudah bosan dengan ruanganku sehingga mencari suasana baru. Akupun memasuki kamarnya, seperti kamar pria pada umumnya berantakan dan bercampur aroma alkohol.
Mengetahui hal tersebut aku tidak terlalu terkejut, karena memang memahami ia adalah seorang peminum berat.

Terbuai dengan suasana, aku pun dibuat mabuk asmara malam itu bersama dengannya. Malam itu berlalu, pagi hari pun menjelang. Aku segera pulang dan bersiap untuk pergi kuliah. 
Sesampainya di kampus aku merasa tidak enak badan, aku merasa kepalaku pusing hingga tidak fokus lagi dalam kelas dan memutuskan untuk pulang dan beristirahat. Aku meminta Khafi untuk menjagaku.
Sayang aku pulang," ucap Khafi sambil memasuki pintu kamar studio apartemenku.

"Kamu lapar nggak? aku lagi masak ramen nih kalo kamu mau biar sekalian," ucapku sambil sibuk memasak

"Duh Mel, memang kamu tuh calon istri idaman," kata Khafi sambil memelukku dari belakang.

"Sayang, aku punya berita baik!" ucapku sambil menghadap dirinya dan membalas pelukannya.
Apa sih berita baiknya yang lebih baik dari miliki kamu?" tanya lembut Khafi berbisik ditelingaku.

"Miliki anak dari aku," jawabku sambil semakin erat memeluk Khafi.

"Haha, i hope so honey," balas Khafi
"Harapanmu sudah terwujud, Taraaaaaa..." ucapku dengan wajah gembira menunjukkan hasil tes kehamilan.
"Apa? nggak ini nggak bisa Mel, kamu harus gugurin ini anak aku nggak mau tahu, kalau nggak kita putus," ancam Khafi sambil memegang erat tanganku.

Mendengar hal tersebut membuat aku habis akal tidak dapat mengontrol emosiku hingga akhirnya aku menusuk Khafi dengan pisau yang ada disampingku. 

Luka tusukan tersebut membuat Khafi kehabisan banyak darah, hingga segera dilarikan ke rumah sakit dekat apartemen kami.

Tidak ada lagi yang dapat bertanggung jawab atas diriku, aku merasa malu harus mengaku senang dengan adanya jabang bayi ini. 
Aku merasa takut juga bingung hingga membuat aku akhirnya memutuskan untuk mengugurkan anak ini. Aku pergi ke seorang dukun beranak dan melakukan aborsi. Rasa sakitnya benar-benar tidak bisa dilupakan.

Setelah melakukan hal tersebut aku tidak dapat tenang lagi menjalani hidup, aku sering kali merasa takut sendirian. 

Tidak jarang aku mendengar suara tangisan bayi, suara langkah berlari, hingga perutku terasa seperti ada yang menyentuh dengan tangan ukuran kecil.
Semakin aku mencoba memberanikan diri bahwa hal tersebut hanyalah halusinasi. Maka, semakin jelas terdengar dan terasa. 
Hal yang menjadi puncak rasa bersalahku adalah saat aku terbangun dan melihat seorang bayi penuh darah berada disampingku menangis dengan kencang. 

Terkejutku sangat dibuatnya, membuat aku pergi ke balkon apartemen guna menenangkan diri.

Terus merasa bersalah dengan apa yang aku lakukan pada diriku dan calon buah hati. Membuat aku takut untuk bertemu dengan orang banyak tak terkecuali menemui Khafi kembali. 

Setelah ia sadar dari koma, kami mengakhiri hubungan dan aku menganggap tidak pernah mengenal ia sebelumnya.

Minggu, 07 Juni 2020

Rumah Sakit Dokter Cipto Mangunkusumo (RSCM) – Jakarta


DUNIAHORROR - Cerita horor yang pertama berasal dari RSCM yang berada di Jakarta Pusat. Rumah sakit ini sendiri pertama kali diresmikan dan dibuka pada tahun 1919. Sudah sangat tua, bukan? Nyatanya hal itu selaras dengan sangat banyaknya pengalaman mistis di tempat ini. Salah satunya berasal dari seorang mahasiswa bernama Aileen.

Pada suatu malam, ia tengah berjalan pulang menuju rumahnya. Namun di tengah perjalanan, ia melihat segerombolan orang tengah berkumpul di pinggir jalan. Ia pun lantas menghampiri gerombolan tersebut.

Nah, ternyata orang-orang di sana berkumpul lantaran tengah membantu seorang korban kecelakaan. Aileen pun lantas menyadari bahwa korban tersebut adalah teman sekampusnya. Dengan bergegas, ia menolong temannya tersebut dan membawanya ke rumah sakit terdekat dengan bantuan warga sekitar.

Kebetulan rumah sakit terdekat dengan lokasi kejadian pada waktu itu adalah RSCM sehingga Aileen pun membawa temannya untuk berobat ke rumah sakit tersebut.

Sesampainya di rumah sakit, teman Aileen langsung mendapatkan perawatan intensif. Aileen pun mencoba untuk menghubungi kedua orangtua temannya. Namun ternyata kedua orangtua temannya itu tengah berada di luar kota dan baru bisa tiba di rumah sakit pada esok pagi.

Aileen pun dimintai tolong oleh kedua orangtua temannya agar menjaga temannya itu hingga esok pagi tiba. Setelah mengiyakan, Aileen kemudian meminta izin kepada kedua orangtuanya untuk dapat menemani temannya yang tengah terbaring lemas di RSCM. Setelah itu, ia pun pergi menuju ruang di mana temannya tengah mendapatkan perawatan.

Waktu telah menunjukkan pukul 23.30. Suasana rumah sakit pun begitu sepi. Aileen yang sedari tadi berusaha untuk tidur tetap saja terjaga lantaran masih syok dengan kejadian yang dialami oleh temannya. Akhirnya ia pun memutuskan untuk membeli segelas kopi guna menghilangkan rasa bosan menunggu kantuk yang tak kunjung tiba.

Ia kemudian bertanya lokasi kantin kepada seorang perawat yang kebetulan ditemui di salah satu lorong RSCM. Namun, alih-alih mendapat petunjuk, Aileen malah bingung karena penjelasan dari perawat yang sedikit tidak jelas. Akhirnya ia pun memutuskan untuk menggunakan instingnya demi mendapatkan segelas kopi.

Nah, ketika tengah berjalan-jalan di lorong yang gelap, ia mencium aroma obat-obatan yang sangat menyengat. Selang beberapa menit, ia pun mendengar suara aneh seperti orang yang tengah berbisik. Suara tersebut terdengar berasal dari lorong yang ada di depannya. Karena penasaran, ia pun mendekati sumber suara.

Anehnya, ketika Aileen memasuki bangsal di mana sumber suara tersebut berasal, suara aneh itu malah menghilang. Aileen pun melihat sekelilingnya yang tampak sangat berantakan.

Kemudian, pandangan Aileen diarahkan ke sebuah meja yang terletak di sudut ruangan. Saat itu memang kondisi bangsal sangat minim cahaya sehingga ia harus sedikit memicingkan matanya guna mendapat penglihatan yang fokus.

Setelah berusaha untuk melihat dengan jelas, ia lantas terkejut karena melihat sepotong kepala wanita berambut panjang tergeletak di atas meja tersebut. Ngerinya, wajah dari wanita itu tampak tersenyum dengan tatapan tajam ke arah Aileen sambil tertawa cekikikan. Sontak Aileen langsung kaget dan lemes dengan apa yang baru saja dilihatnya. Ia pun bergegas keluar dari ruangan tersebut dengan tergesa-gesa.

Namun, baru saja sampai di depan bangsal, ia terjatuh lantaran tersandung sesuatu. Setelah mencari tahu apa yang membuatnya tersandung, ternyata ia semakin ketakutan lantaran yang membuatnya tersandung adalah tubuh seorang pria yang tidak memiliki kaki dan tangan.

Ngerinya lagi pria tersebut menatap Aileen dengan tatapan kosong tanpa ekspresi apa pun. Aileen pun segera bangun dan bergegas lari meninggalkan bangsal hingga akhirnya ia menabrak satpam yang tengah bertugas pada malam itu.

Satpam tersebut kaget melihat kondisi Aileen dengan wajah yang sangat pucat sambil gemetar ketakutan. Aileen lantas dibawa oleh satpam menuju pos untuk ditenangkan.

Setelah diberi minum, Aileen menceritakan kejadian yang barusan dialaminya. Mendengar cerita dari Aileen, satpam itu pun mengiyakan dan menjelaskan bahwa ruangan tersebut merupakan bekas instalasi bedah umum dan sudah lama tidak digunakan.

Satpam itu juga menceritakan bahwa di tempat itu memang sangat angker dan cukup sering memunculkan penampakan hantu berupa potongan tubuh manusia.

Aileen yang masih ketakutan kemudian meminta untuk diantarkan ke ruang ICU tempat temannya dirawat. Sesampainya di ruangan ICU, Aileen tidak pernah meninggalkan ruangan itu hingga pagi menjelang karena saking ketakutannya.

Sabtu, 06 Juni 2020

Sasab


DUNIAHORROR - Selamat datang, selamat membaca, tidak banyak basa basi, langsung saja kita mulai kengeriannya.

Cerita ini terjadi ditahun 70an, narasumber bercerita langsung kepada penulis secara face to face, jadi semoga kalian bisa ikut merasakan dan masuk kedalam ceritanya.“Jadi gimana om awal mulanya, ko bisa sampe kejadian kaya gitu” tanya ku

“Okee om ceritakan dengan jelas dari awal” jawab om toni (bukan nama asli) sambil menyesap rokok kreteknyaKepulan asap rokok dan aroma kopi hitam menemani malam kamiTahun 70an,Saat itu umur om toni masih 10 tahun, dan masih duduk disekolah dasar dia tinggal di kabupaten daerah jawa barat, dan daerah tempat tinggalnya dulu belum ada aliran listrik, kehidupannya sederhana

Sama seperti daerah2 lainnya pada masa itu, kebanyakan warga masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak, sumur timba untuk kebutuhan air dan lampu minyak untuk penerangan dimalam hari.“Toni geura ngala suluh,ieu tinggal saeutik paparantieun” (toni, kamu nyari kayu bakar,ini persediaan tinggal sedikit) ujar ibu nya

“Muhun mak ieu ge bade” (iya mak, ini juga mau) balas toni ,Toni sudah biasa mencari kayu bakar ke hutan, sendirian dia pergi hanya berbekal golok dan tali, jarak dari rumahnya kehutan tidak terlalu jauh hanya dibutuhkan 10menit jalan kaki, tonipun sudah sampai dan mulai mencari batang2 kayu.

Singkat cerita , seperti itulah kegiatan toni dikesehariannya diluar kegiatan sekolah, dia sering pergi memancing ikan dan belut ataupun berburu burung liar untuk tambahan lauk makan sehari2 Dan sampailah dihari itu, hari dimana toni tidak akan bisa melupakannya sampai kapanpunToni pergi kerumah temannya Cecep untuk mengajaknya pergi berburu kelinci ke hutan, kebetulan saat itu hari libur jadi mereka bisa seharian pergi berburu“Ton urang mawa beasnya, ke bisi lapar wang ngaliwet di leweng, sakalian ada ieuge mawa kastrol leutik”
(Ton aku bawa beras ya, takutnya nanti lapar di hutan, sekalian aku juga bawa panci kecil untuk masak nasinya) 
Ujar cecep kepada toni“Enyasok mawa we, urng ge ieu mekel abon jeng cau jeng ke diditu”

(Iya bawa aja, aku juga ini bawa abon sama pisang buat kita makan disana)Mereka pun berangkat pergi ke hutan setelah meminta izin kepada orangtuanya. Dengan segala perbekalan yang mereka bawa untuk berburu.Pagi yang cerah dengan kicauan burung dan henbusan angin segar menemani langkah mereka yang bertelanjang kaki pergi kehutan.Perkebunan, pesawahan, kolam2 ikan yang sejuk dan asri mereka lalui, aliran2 sungai yang jernih dengan suara air dan jeramnya menjadi hal yang biasa mereka lewati setiap hari.

Setelah kurang lebih 15 menit berjalan, mereka memasuki area hutan, disambut dengan pohon2 besar yang tinggi menjulang, pagi yang cerah pun menjadi redup cahayanya saat toni dan cecep memasuki area perhutanan,Suara2 burung liar dan sesekali suara monyet terdengar saling bersahutan, mereka sudah terbiasa dengan hal itu, walaupun masih kecil tapi mereka sudah sering bepergian jauh apalagi hutan yang mereka masuki saat ini adalah hutan favorit mereka untuk berburu

“Cep, beulah dieumah jigana geus jarang kelencina geus loba nu moro,urng nyobaan ka leweng nu beulah luhur arek?”
(Cep, sebelah sini kayanya udah jarang kelincinya udah banyak yang nangkap, kita cobain ke hutan sebelah utara gimana?) 
Tanya toni“Cobaan we heula didieu mun eweh wae karak kaditu” 
(Cobain aja dulu disini kalo gaada baru kita kesana) 
Jawab cecepToni pun meng iya kan jawaban cecep, mereka mulai mencari hewan buruan mereka yaitu kelinci. Tapi jika ada burung dan ayam hutan biasanya mereka juga memburu hewan2 itu, tapi hari ini mereka fokus berburu kelinci.

Waktu berlalu, sekitar dua jam mereka mencari tapi tidak membuahkan hasil, beberapa jebakan yang mereka pasang pun tidak mendapatkan hewan buruan.“Cep hayu ahh urng pindah kaluhur didieumah ewehan cek urang ge”
(Cep ayo ahh kita pindah ke utara disinimah gaada kata aku juga)
Ujar toni“Heeh ton bener hayu ahh, ngan sieun kaluhurmah can apal jalan kaditu kadieuna”

(Iya ton bener ayo ahh, tapi kalo ke utara kita belum tau jalannya bener-bener) balas cecep“Lahhh paling ge nyasab , kalem we”
(Lahh paling juga tersesat, santai aja)
Jawab toni sedikit terkekeh“Anyis ulah sompral ahh dileweng mahh”
(Anyiss jangan sembarangan ahh kalo bicara dihutan)
Ujar Cecep

Singkat cerita mereka pun pergi ke utara dengan harapan banyak kelinci disana Sekitar pukul 11, matahari bersinar terang namun sinarnya tidak bisa menembus lebatnya pepohonan hutan utara, rumput2 liar, pohon2 pakis tumbuh begitu lebatnya, hutan ini jarang dijamah, beda dengan hutan sebelumnya yang sudah banyak orang memasukinya Suara hewan pun tidak seramai hutan sebelumnya, disini lebih senyap, hanya terdengar kicauan burung dan kera sesekali“Anyis hieum kieu euy sieun aya oray”
(Anyiss rimbun gini , takut ada ular)
Ujar cecep

“Lahh oray mah kadek we atuh kan mawa bedog lin”
(Lah ular mah pukul aja, bawa golok kan?)
Jawab toni“Heeh mun kaciri, mun katincakmah kaburu macok”
(Iya kalo keliatan, kalo ke injek keburu gigit lahh) balas cecep Tiba-tiba toni menghentikan langkahnya,menajamkan pandangannya pada rerumputan dihadapannya, seketika itu pula cecep mengerti kalau toni melihat sesuatu, cecep pun ikut memerhatikan“Aya naon ton? Kelenci lain?”
(Ada apa ton? Kelinci bukan?)
Tanya cecep
“Heeh jiganamah bieu kaciri aya nu luncat kabeulah ditu, wang teang lalaonan”
(Iya kayanya tadi keliatan loncat sebelahsana, kita cari pelan2)
Ujar toni

Mereka berdua berjalan menghampiri tempat terlihatnya kelinci tadi, berjalan pelan berusaha untuk tidak membuat suara bising.Toni melihat kesana kemari mencari pergerakan diantara semak2 dan batang pohon, begitu juga cecep sudah siap dengan tongkatnya.“Ton urng kadieu maneh kabeulah ditu”
(Ton aku kesebelah sini, kamu kesebelah sana)
Ujar cecep, toni mengangguk sudah mengerti dengan strategi mereka saat berburu“Ceppp beulah dieu!” 

(Cepp sebelah sini!) teriak toni yang melihat kelinci berloncatan dihadapannya, ada sekitar 3 kelinci disana. Dengan secepat kilat cecep menghampiri toni dan mengejar kelinci2 itu“Nyaa loba ceuk urang ge!”
(Kann banyak kata aku juga!) ujar toni kegirangan melihat kelinci yang sedang dia kejar, namun secepat kilat juga kelinci2 itu berlarian, tapi ada satu yang tidak lepas dari pandangan toni dan masuk kesarangnya

Segera toni menutup lubang dari sarang kelinci itu dengan jaring yang bisa dia gunakan.
 “cepp,dieuu bantuan!”
(Cepp sini bantuin!) ujar toni sambil memegangi jaringSekali lagi toni memanggil cecep namun tidak ada jawaban.
“Anjir si cecep kamana cenah lain bantuan”
(Anjir si cecep kemana sih bukannya bantuin)

Ucap toni ketus, sambil memasang jaring disarang kelinci itu Berkali kali toni memanggil cecep tapi tetap tidak ada jawaban juga. Merasa curiga dan mulai khawatir, toni mulai mencari cecep , menengok kesekitarnya, dan saat itulah toni baru sadar bahwa dia sudah masuk jauh kedalam hutan Kegirangannya mengejar kelinci tadi membuatnya tidak sadar dia sudah berlari jauh masuk kedalam hutan utara itu. Semak2 dengan rumput liarnya, dan pohon2 rimbun seakan menyelimuti dan mulai menerkam toni dengan daun2 rimbun dan akar2 pohon yang menjuntai.

Toni mulai merasa ketakutan,takut kalau dia tersesat dihutan itu, tapi dia tetap tenang dan mencari keberadaan cecep.“Cepp! Ceppp!” Teriak toni berkali kali sambil berjalan kesekeliling, mengingat kembali jalan yang di lalui tadi.“Krosakkk” ada suara dari semak dihadapan toni jaraknya cukup jauh tapi masih bisa toni lihat semak itu memang bergerak gerak, segera toni menghampirinya, sambil memanggil manggil cecep“Ceppp! Ieu urng tonii! Dagoan!”

(Cepp! Ini aku toni! Tunggu disitu!) teriak toni walaupun dia tidak tau apakah itu toni atau bukan Toni mempercepat langkahnya menuju semak. Dan sesampainya disana, tidak ada apapun, hanya semak belukar saja, mungkin tadi hanya binatang pikir toni.Dan lagi, terdengar suara “krusuk” dari semak2 toni kembali menghampiri semak2 itu sambil memanggil manggil cecep, namun tetap tidak ada jawaban, dan saat menghampiri semak itu tidak ada apa2 disanaSeketika toni merasakan keanehan dan mulai ketakutan.

Wajar saja Toni hanyalah anak kecil umur 10 tahun, meskipun sering keluar masuk hutan, jika berada disituasi seperti ini dia takut juga Setelah sekitar 15 menit toni berjalan, mencari cecep dan berusaha untuk kembali ketempat dia memasuki hutan itu toni merasakan lelah dan haus.

Dia pun berhenti berjalan dan duduk bersandar disebuah pohon besar kemudian minum dan memakan pisang yang dia bawa“Haduhh cape, reureuh heula lahh sugan we si cecep aya kadieu”
(Haduh cape, istirahat dulu lahh kali aja cecep ada kesini) ujar toni sambil membuka tas dan mengambil pisang untuk dia makanPerutnya sedikit terganjal dengan memakan satu buah pisang dan meminum air, toni tidak segera beranjak untuk kembali berjalan, dia hanya duduk bersandar dipohon itu, beralaskan tas dipunggungnya dia menikmati setiap tarikan nafasnya, menikmati udara segarSampai tiba2 terdengar suara langkah kaki dari semak2 dibalik pohon tempat dia bersandar.

“Cecep!!!” Teriak toni saat itu, tapi aneh tidak ada jawaban, toni memanggilnya lagi dan tetap tidak ada jawabanSuara langkah itu semakin jelas dan semakin dekat menuju kearah toni, semak2pun bergoyang menandakan ada sesorang disan sedang menghampiri toni, tapi siapa itu toni tidak tahu, segera dia bersembunyi dibalik pohon sambil mengintip

Semak itupun bergoyang semakin kuat menandakan seseorang disana semakin dekat, toni bersiap mengintip, jantungnya berdetak kencang, dia tegang rasa takut mulai menyelimutinya, siang hari yang cerah pun serasa menjadi mencekam dan semakin gelapPohon2 rindang dan suara hembusan angin seakan menyelimuti toni saat itu, kesunyian menerkamnya, dia benar2 ketakutan, takut akan apa yang datang menuju tempat dia mengintip

Namun tiba2 saat sudah sangat dekat dan toni sudah mulai bisa melihatnya dibalik semak, sosok itu berhenti, terlihat dari semak yang berhenti bergoyang dan suara langkah yang menghilang seketikaKesunyian benar2 menyelimuti toni saat itu, dia diam terpaku ditempatnya berdiri, sesekali dia melihat kesekitar tapi pandangan dia arahkan kembali ke semak2 ituDan tiba-tiba “Waaaaaaaaa!!!” Toni berteriak kencang, saat dia merasakan ada yang menepuknya dari belakang, toni segera loncat dan berlari dari tempatnya berdiriBerlari tak tentu arah, tapi dia memberanikan diri untuk melihat kebelakang.

Dan langkahnya terhenti saat dia melihat sosok itu, sosok itu hitam,kurus dan sedang tertawa terbahak melihat toni yang ketakutanItu adalah cecep yang mengagetkan toni dari belakang.
“Anji** sia cecep, gobl** aing neangan tatadi sia kalah ngareuwaskeun” 
(Anji** lu cecep, Gobl** gua nyari2 daritadi lu malah ngagetin gua)
Ujar toni kesal sambil mengelus dasanya“Haha maneh mah atuda ngudag kelenci teh teu tumpa tempo hayoh we lempeng jadi teu kaudag ku urang”
(Haha kamu sih ngejar kelincinya galiat kiri kanan, terus aja lari sampe saya gabisa ngejar) jelas cecep“Heeh pan bisi leungit, nyaho jukutna jarangkung kieu”
(Iyakan takutnya ga ke kejar, taukan rumputnya pada tinggi begini)
Balas toniSingkat cerita merekapun kembali melanjutkan perjalanannya, Toni kembali ke tempatnya tadi memasang jaring di sarang kelinci, dan benar saja sudah ada 2 kelinci yang terjebak di jaring itu Segera mereka menangkap dan mengikat kelinci itu.

“Alhamdulillah nya meunang dua lumayan”
(Alhamdulillah yah dapet dua lumayan) ujar cecep“Cep ayeunamah urng nyangu heula yu, hayang dahar”
(Cep sekarangmah kita masak nasi dulu yu ,lapar pengen makan) jelas toniCecep meng iya kan nya, dan mereka mencari sungai untuk mendapatkan air supaya bisa memasak nasi.

Beberapa menit mereka berjalan merekapun menemukan sungai kecil, aliranya tidak begitu deras dan kedalamannya pun hanya sebatas paha saja.Singkat cerita cecep yang membersihkan beras disungai, sedangkan toni, menyembelih dan membersihkan kelinci buruannya, dia sudah biasa melakukannya sendiriTidak terasa matahari mulai condong ke barat,cecep dan toni duduk menghadap perapian yang sedang membara menanak nasi dan membakar kelinci buruan mereka“Cep geus asak meren”

(Cep udah mateng kali) ujar toni.
Cecep pun mengecek nasinya, dan benar nasinya sudah matangmereka menikmati makanannya, nasi hangat dengan kelinci bakar, membuat perut mereka kenyang dan tenaga mereka kembali terisi.“Balik yu ahh kaburu burit”
(Pulang yu ahh keburu sore) ajak toni 
“Enya hayu, kela meresan heula parabot”

(Iya ayo, bentar beresin dulu peralatan) jawab cecepSetelah siap, merekapun kembali melanjutkan perjalanan untuk pulang ke rumah. Menyusuri jalan yang mereka lalui sebelumnya, tidak ada jalan setapak atau petunjuk apapun, hanya mengandalkan jejak mereka sebelumnyaRanting2 yang patah dan rumput bekas injakan kaki merekalah yang menjadi satu2nya petunjuk saat itu, karena mereka benar2 tidak tahu jalan keluar dari dalam hutan itu Menyusuri sungai pun tidak mungkin karena medan yang terjal dan sulit dilalui, mereka hanya mengandalkan insting dan jejak mereka sebelumnya Rerumputan liar, pohon2 tinggi membuat toni dan cecep tenggelam didalamnya, badan mereka yang masih kecil, membuat mereka terkadang kesulitan saat berjalan diantara semak belukar yang tingginya melebihi merekaSaat sedang fokus berjalan, tiba2 toni menepuk cecep
“Cepp, aya jelema tuh tingali bapa2, udag yu wang bareng”
(Cep, ada orang tuh liat bapa2, kejar yu biar bisa bareng)
Ajak toni“Mana ahh eweh,teu kaciri”
(Mana ahh gaada, gakeliatan)
Jawab cecep

“Ehhh itu tuhh gewat kaburu katinggaleun”
(Ehh itu ituu, cepet keburu ketinggalan ujar toni sambil menarik tangan cecep dan mulai berlari menghampiri orang itu“Paa antosan!”
(Pak tunggu!) teriak toni

Sambil berlari menghampirinya diikuti cecep dibelakangNamun orang itu tetap berjalan, seolah tidak mendengar apapun,mungkin karena cukup jauh.Toni dan cecep berusaha mengejar orang itu, lelaki paruh baya dengan ikat kepala dan pakaian serba hitam berjalan semakin menjauh, kemudian hilang dibalik semak dan pepohonan dihutan ituToni dan cecep berhenti mengejarnya, karena mereka kehilangan jejak dan keberadaannya.“Anjir lumpat sakitu tarikna teu kaudag”
(Anjirr lari segitu kencengnya tetep ga ke kejar)

Ujar cecep kelelahan sambil mengusap keringat dikeningnya“Heeh atuda lumayan jauh, jaba hese ngudagna loba eurih”
(Iya lumayan jauh sih, terus susah ngejarnya banyak rumput liar)
Jawab toni yang kemudian duduk diatas akar pohon besar dan minum air untuk menghilangkan rasa hausnyaMereka berbagi air minum, perjalanan pulang yang tak kunjung usai, membuat cecep dan toni cemas, mereka benar2 tersesat dihutan itu, suara kicauan burung yang sesekali terdengar sejak tadi kini hilang ditelan sunyiHanya suara gesekan daun2 pohon rindang yang tertiup angin,mataharipun semakin condong ke barat,

cecep dan toni mencoba untuk terus berjalan ke arah selatan menjadikan matahari sebagai patokan arah anginMenit berganti jam, tidak terasa mungkin telah 2 jam mereka berjalan kaki, namun tetap tidak menemukan jalan keluar, cecep sudah sangat cemas bahwa dia tidak bisa pulang lagi ke rumahnya“Tonn kumaha ieu teu nepi2 ges lempang sabaraha jam, jaba ges sore kumaha mun kapeutingan?”
(Ton gimana ini ga nyampe2 udah jalan kaki berapa jam, terus udah sore gimana kalo kemaleman?)

Cecep menggerutu dengan wajah lesu“Kumaha deui da mun teu terus lempang mah,wang cicing heula atuh sakedengmah istirahat sarua urng ge cape”
(Gimana lagi kalo ga terus jalan kaki,kita istirahat dulu sebentar sama aku juga cape)

Balas cecepMerekapun beristirahat, berbagi air minum yang tinggal sedikit, perut mereka pun mulai merasa keroncongan, mungkin energi dari makan siang mereka sudah habis dipakai untuk berjalan kaki daritadiToni mengeluarkan bekal makanannya yaitu pisang, begitu juga cecep dia membawa ubi rebus, merekapun memakan bekal mereka untuk mengisi perut dan energi untuk kembali berjalan kaki Perjalanan berlanjut, namun lebih sulit karena langit mulai gelap, kabut pun mulai turun menyelimuti hutan,namun cecep dan toni masih bisa untuk melihat lingkungan sekitar walau jarak pandangnya terbatasMereka berdua meskipun merasa ketakutan, tetap berusaha untuk tenang dan terus berjalan menyusuri hutan itu, berharap didepan sudah bisa keluar dari sana“Cepp!! Aya obor! Hayu kaditu aya jelema!”

(Cepp!! Ada obir! Ayo kesana ada orang!)
Seru toni kepada cecep, yang kemudian mengejar nyala obor dihadapan merekaBadan mereka yang masih kecil dan pendek aga menyulitkan untuk tetap bisa melihat nyala obor itu, namun masih tetap dikejar karena hanya sesekali obor itu terhalang pohon2 besarMelihat dari pergerakannya obor itu mungkin dibawa oleh orang dewasa, cecep dan toni berpikir mungkin itu orang yang tadi siang mereka kejar“Kanggg antosann! Kangg antosan abi sasab!”
(Kang tunggu! Kangg tunggu saya tersesat!)

Teriak ToniDan kemudian nyala obor itu berhenti bergerak tapi tidak ada jawaban darisana, Toni dan cecep langsung mempercepat lari mereka menghampiri obor itu sambil terus berteriak memanggil manggil“Kang antosannn!”
(Kangg tunggu!)Saat jarak mungkin tinggal 30 meter lagi, tiba2 nyala obor itu menghilang, entah padam atau orangnya pergi mereka tidak tahu“Hah kamana eta jelema? Ujug2 leungit”

(Hah kemana orang itu? Tiba2 hilang)
Ujar cecep dengan nafas yang memeburu karena lelah berlari“Anjir heeh, bae hayu udag heula we kabeulah dinya bisi pareum meren oborna”
(Anjir iya, biarin ayo kita kejar aja kearah sana bisa jadi obornya mati) ajak toniMerekapun menuju kearah sana , tempat terakhir mereka melihat obor itu, tapi tidak ada siapapun disana.“Geus dua kali yeuh kawas kieu, tadi beurang teu kaudag ayeuna sarua”

(Udah dua kali nih kaya gini, tadi siang ga ke kejar sekarang sama ga ke kejar juga) 
Ucap toni kesal“Heeh anjir sieun lain jelema we nu diudag teh”
(Iya anjir takutnya bukan manusia yang kita kejar)
Balas cecep“Nying ahh repeh ulah ngomong kitu keur nyasab kieumah”
(Nying ahh berisik ,jangan bicara gitu kalo lagi tersesat kata ginimah)
Jelas toni kesal pada perkataan cecep“Nya engges urang teruskeun we, maneh da make ngajak ka leuweng ieu”

(Ya udah kita lanjutin aja, kamu sih pake ngajak ke hutan ini)
Balas cecepToni pun mengiyakan perkataan cecep dia menyesal masuk ke hutan utara ini, karena memang hutan yang jarang dimasuki orang dan belum ada yang membuka jalan setapak disiniHutan menjadi semakin gelap saat itu, walaupun masih terlihat matahari belum benar2 tenggelam, cecep dan toni berinisiatif untuk membuat obor dari batang2 kayu yang mereka temukan disana Mereka membuat obor dari batang kayu yang tidak terlalu kering membelah ujungnya, kemudian menyisipkan serpihan2 kayu pinus yang mereka temukan disana, karena kayu ini memiliki getah yang mudah terbakar dan nyalanya cukup awetBerbekal golok dan pisau dengan mudah mereka membuat obor itu,

walaupun masih anak2 mereka sudah mahir membuatnya. obor tidak langsung dinyalakan karena saat itu masih cukup cahaya matahari untuk menerangi mereka berjalan disanaSingkat cerita, kegelapan pun menyelimuti hutan, matahari sudah benar2 tenggelam, suara binatang malam,mulai terdengar bersahutan, suara binatang lebih ramai dimalam hari dibandingan siang tadiMungkin banyak binatang malam yang hidup disini, cecep dan toni tetap waspada, mereka berharap warga desa mencari mereka ke hutan, karena sebelumnya mereka sudah pamit kepada orangtua nya untuk tidak pulang kemalaman

Hanya nyala obor yang mereka pegang yang menjadi penerangan saat itu, langkah kaki kecil dan pengelihatan mereka menjadi satu2nya harapan untuk bisa menemukan jalan keluarKeadaan semakin memburuk saat terasa rintik air hujan mulai turun membasahi. Gerimis saat itu, menjadikan suasana malam menjadi mencekam, suara binatang malam yang tadinya ramaipun hilang, sunyi senyap, hanya suara air hujan yang turun membasahi pepohonan.Cecep mulai mengeluh, ingin berhenti untuk berjalan, karena suhu dingin dan juga kegelapan yang begitu gelapnya.“Ton geus we didieu ngiuhan heula, cape urng”
(Ton udah kita disini neduh dulu, cape aku)
Ujar cecep“Ke dihareup we Cep kagok didieumah ngiuhanna,tangkalna kurang badag”

(Nanti di depan aja cep, tanggung kalo disini pohonnya kurang rimbun)
Balas toniMerekapun terus berjalan, dan tiba2 harapan yang mereka tunggu2 ada didepan mata. Saat menyingkap semak2 tinggi toni melihat ada sebuah rumah dengan nyala lampu minyak didepannya, saat itu juga toni memberitahu cecep yang berada dibelakangnya.“Cepp, aya imahh! Hayu geuwat!”
(Cepp, ada rumah! Ayo cepet!)

Seru toni sumringah“Alhamdulillah, heeh ton hayu wang kaditu!”
(Alhamdulillah, iya ton ayo kita kesana)Segera mereka menuju rumah itu, namun anehnya hanya ada satu rumah disana, tidak ada rumah lain lagi. Tapi itu tidak sempat terpikir oleh mereka, yang mereka pikirkan hanya ingin berteduh dan minta petunjuk jalan untuk pulang.Mereka sudah berada didepan rumah itu, rumah panggung dengan dinding bilik (anyaman bambu) dan didepannya terpasang lampu minyak. Tidak ada pagar atau apapun, jadi toni langsung mengetuk pintu rumah itu.“Puntenn!”

(Permisi!) ujar cecep, tidak ada jawaban, kembali cecep ngetuk pintu itu, diikuti toni mengucap salam. Beberapa kali mengetuk tetap tidak ada jawaban“Keur kaluar heula meren ton, wang tungguan we diuk na korsi, sakalian ngiuhan”
(Lagi keluar dulu kali ton, kita tunggu aja sambil duduk dikursi, sekalian neduh)
Jelas cecep“Enya wang tungguan we heula, ke ge aya”
(Iya kita tunggu aja dulu, nanti juga ada)

Balas toniMereka yakin pasti ada orang, karena ada lampu minyak yang menyala dan minyaknya masih terlihat penuhSekitar satu jam toni dan cecep duduk disana tapi tidak kunjung ada orang yang datang, cecep mengelilingi rumah itu, mengintip ngintip kebagian dalam rumah, tapi hanya kegelapan yang dia dapatkan,mungkin memang tidak ada orang didalamToni pun sama dia berjalan kesekitaran rumah tidak dilihatnya tanda2 keberadaan manusia, gerimis sudah mereda, suara hewan malam mulai terdengar kembali“Cepp dieu ulah jauh2 teuing bisi leungit deui maneh mah”

(Cep sini jangan jauh2 nanti ilang lagi kamu mah)
Ujar toni“Aya ge maneh nu leungitmah ninggalkeun”
(Ada juga kamu yang ilang, ninggalin)
Balas cecep“Urng kabeulah ditu heula yu nempoan, sugan aya jelemana beulah ditu”

(Kita ke sebelah sana dulu yu liat2, barangkali ada orangnya disana)
Ujar toni, karena dia melihat ada bekas jejak manusia disebelah sana.
Mereka berdua pun pergi kearah ituToni berjalan didepan, diikuti cecep dibelakangnya, berbekal kayu obor ditangan mereka masing2 “Aya eweh ton? Ulah jauh teuing ahh bisi poho jalan balik deui kaimahna”

(Ada ga ton? Jangan kejauhan ahh takutnya lupa jalan kembali kerumah itu)
Ujar cecep khawatir“Enya moal, hayang nempo kabeulah dinya”
(Iya engga, pengen liat kesebelah situ) 

Balas toniMereka pun berjalan berkeliling disekitaran rumah itu, sekedar untuk memeriksa barangkali ada oranf atau rumah lainnyaNamun nihil , tidak ada rumah atau siapapun disana, akhirnya mereka kembali ke rumah itu dan hanya bisa duduk menunggu pemilik rumah itu, melihat kondisinya, rupanya rumah ini sudah cukup tua, dinding2 nya terlihat sudah banyak yang rapuhBegitu juga tiang
penyangganya, terbuat dari kayu yang sudah sangat tua.Tiba-tiba dari kejauhan terlihat cahaya obor berjalan mendekat ke arah toni dan cecep yang tengah duduk didepan rumah itu.“Cep tempo aya nu kadieu, jiganamah nu boga imah ieu”
(Cep liat ada yang kesini, kayanya yang punya rumah ini)
Seru toni kepada cecep sembari menggoyangkan pundaknyaCecep yang hendak terlelap pun kembali terjaga 

“Mana? Ohh enyaa bener cik sugan bisa mantuan”
(Mana? Ohh iya bener semoga bisa bantuin kita)
Jawab cecepSosok itupun semakin mendekat dan telah berada didepan mereka, perawakannya sedang tidak terlalu tinggi dan tidak pendek untuk ukuran orang dewasa, jika dilihat dari wajahnya yang ditumbuhi janggut panjang beruban,kira2 bapak ini berumur 60 tahunanMengenakan ikat kepala, dan pakaian serba hitam, pakaiannya luhus mungkin karena terkena hujan dan perjalanan menyusuri hutan, dia memanggul kayu yang ternyata diujungnya tergantung beberapa kelinci dan juga ikanDengan obor yang masih menyala ditangan kirinya dia menatap toni dan cecep yang sudah berdiri di depannya bersiap untuk menjelaskan kenapa mereka ada disana“Kang, hapuntenna abi sareng rerencangan ngiring ngiuhan dibumi akang”

(Kang , mohon maaf saya bersama teman saya ikut berteduh dirumah akang)
Ucap toni kepada lelaki ituMelihat toni berkata seperti itu lelaki tua itupun menjawabnya, dengan raut wajah ramah

“Mangga ujang, ieu tos timarana wayah kieu naha aya didieu”
(Silahkan ujang, ini udah darimana sudah malam gini kenapa ada disini?)
Tanya lelaki itu,suaranya berat & serakToni dan cecep pun kemudian menjelaskan bahwa mereka berdua tersesat dihutan ini seharian dan tidak tau jalan pulang. Mendengar hal itu lelaki paruh baya itu pun mengajak cecep dan toni untuk beristirahat dulu didalam dirumahnya.

“Uluh karunya teuing ujang, matakna ulah nyanyahoanannya dileweung mah, tos we caralik heula dibumi abah, wang masak heula lauk jeng kelenci”(Aduh kasian anak2 ini, makanya jangan sotau kalo dihutan jangan sembarangan, udah sekarangmah istirahat aja dulu disini abah masakin dulu ikan sama kelinci) jelas lelaki itu sambil membuka pintu rumahnya dan mempersilahkan cecep dan toni masuk“Hatur nuhun pisan abah, tapi teu nanaon ieuteh bah? Bilih ngaganggu abah”

(Terimakasih banyak abah, tapi gapapa initeh bah? Takutnya ganggu abah) 
Balas Cecep“Nya henteu atuh ujang, sok lebet abah mah nyalira didieu tos lami, sok lebet ulah isin2 teu aya sasaha ieuh”

(Ya engga atuh ujang, silahkan masuk abah mah sendiri disini udah lama, silahkan masuk jangan malu2 gaada siapa2 ini) jelas lelaki itu“Dupi jenengan abah teh saha? Pami abimah toni ieu cecep”

(Maaf bah nama abah siapa? Kalo saya toni dan ini cecep) 
Jelas toni“Sebat we Abah Obon jang”
(Sebut aja abah obon jang)

Jawab abah sambil kemudian mempersiapkan bahan masakan untuk makan malam merekaPencahayaan didalam rumah hanya sebuah lampu minyak temaram tapi mereka sudah terbiasa dengan hal itu.Suara binatang malam dan juga hembusan anginnya menemani mereka malam itu, disertai kepulan asap dari perapian yang sedang menanak nasi dan juga membakar ikan juga kelinci hasil buruan abahTidak ada yang aneh dari rumah itu, seperti rumah jaman dulu kebanyakan tidak ada hiasan atau apapun hanya benda2 untuk keperluan sehari hari,

seperti celurit,golok,tombak bahkan busur panah pun ada, mungkin peralatan untuk si abah berburuSingkat cerita makanpun sudah siap, abah menyajikannya ditengah rumah, mereka duduk bersila siap menyantap masakan yang sudah ada dihadapan mereka itu, harum sekali wanginya, membuat selera makan toni dan cecep menjadi tergugahMereka semuapun menyantap semua makanan yang sudah dihidangkan, cecep dan toni belum pernah merasakan makanan seenak ini, makanan yang mereka santap rasanya sangat berbeda.“Raos pisan bah ieu pasakan teh nembe ayeuna emam nikmat kieu”

(Enak banget bah ini masakannya, baru kali ini makan seenak ini)
Ujar toni sambil menyantap makanannyaTidak terasa makanan dihadapan merekapun habis, toni dan cecep merasa kekenyangan karena begitu enaknya makanan yang mereka santap,abah obon pun membereskan bekas makanan mereka , kemudian menggelar tikar dilantai ruangan itu“Sok jang rareureuh heula, tos we atuh barobo didieu nya tos wengi, enjing dianteurkeun ku abah uih mah”
(Sok jang pada istirahat dulu, udah aja pada tidur disini udah malem, besok diantar sama abah pulang mah) 

Ujar abah obon kepada cecep dan toni“Muhun bah hatur nuhun, tapi pami tiasa mah anterkeun ayeuna kami teh, soalna bilih milarian warga kampung”
(Iya bah makasih banyak, tapi kalo bisa mah antarkan kami sekarang bah soalnya takut warga kampung nyari2 kami)

Balas cecep“Ayeunamah tos wengi ujang, poek bade uihna ge bilih sasab atau cilaka tos we didieunya barobona”

(Sekarangmahsudah malam ujang, gelap mau pulangnya juga takutnya tersesat atau celaka udah disini aja pada tidur)

Jelas abah obonSetelah berbincang tentang pulang atau tidak akhirnya, cecep dan toni pun bersedia bermalam disana bersama abah obon, karena melihat sikapnya yang baik dan ramah Cecep dan tonipun merebahkan tubuhnya diruangan itu mereka bersampingan, tapi abah obon tidak disana dia pergi ke depan rumah, kemudian bermain suling, alunan suara sulingnya memecah kesunyian malam.

Alunan suling itu sangat merdu namun sedikit menyeramkan dan juga sedikit aneh, karena biasanya orangtua cecep dan toni melarang mereka untuk bermain alat musik dimalam hari apalagi suling katanya pamali Cecep yang penasaran, mengintip abah obon yang sedang bermain suling dari celah2 dinding rumah, cecep lihat abah obon bermain sambil duduk bersila diatas kursi di halaman rumah itu, dia terlihat sangat menikmatinya Cecep pun berniat kembali ke tempat semula, namun sebelum bergerak pindah, cecep terkejut dan kembali mengintip,

dia melihat keanehan dan berusaha meyakinkan apa yang dilihat apakah benar atau tidakSaat itu cecep melihat bayangan yang dihasilkan dari cahaya lampu minyak hanyalah bayangan kursi saja sedangkan abah obon tidak ada siluet bayangannya disanaCecep terpaku melihat hal itu, detak jantungnya menjadi cepat dan kuat tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Segera dia memanggil toni“Ton, kadieu geuwat”

(Ton, sini cepat) bisik cecep. Toni yang sedang merebahkan tubuhnya menoleh ke arah cecep
“Naon atuh cep geus tunduh ahh hayang sare”
(Apa atuh cep udah ngantuk ahh pengen tidur)
Balas cecep“Geuwat maneh ihh kadieu tempo”
(Cepet kamu sini , sini liat ini)

Seru cecep serius, melihat respon cecep yang serius seperti itu, toni segera beranjak menghampirinya“Tempo toong ku maneh, si abah eweh kalangkangan”
(Coba liat sama kamu intip darisini, si abah gaada bayangannya)
Bisik cecep sambil mengarahkan toni ke sela2 dinding untuk mengintip“Ahh ngaco maneh mah emang si abah jurig kitu?”
(Ahh ngaco kamu, emang si abah hantu gitu)

Balas toniSetelah berdebat tentang hal itu secara bisik2 akhirnya toni mau mengintip kesana, dan benar saja ternyata apa yang dikatakan cecep itu nyata dan sedang toni perhatikan“Nying cep bener, kumaha atuh, tetempoan hungkul sugan”
(Nying cep bener, gimana dong? Salah liat kali kita?)

Ujar toniSaat mereka sedang berbincang seperti itu, tiba2 suara suling abah obon hilang, tidak terdengar suara apapun disana, sunyi senyapDan tiba2 tericum wangi bunga yang sangat menyengat, membuat bulu kuduk cecep dan toni berdiri, mereka diselimuti ketakutan, saat diintip lagi dari celah dinding, abah obon sudah tidak ada disanaCecep dan toni haya bisa diam, memutar pikiran bertanya tanya sebenarnya apa yang sedang terjadiTiba2 terdengar pintu belakang rumah terbuka, suara khas deritan pintu kayu tua menambah kengerian malam itu, cecep dan toni
memperhatikan siapa yang masukDan ternyata itu abah obon membawa air minum dengan asap yang masih mengepul dari air nya, minum hangat untuk merekaCecep dan toni terkesima melihat abah obon, antara ngeri dan segan mereka hanya bisa duduk bersila melihat abah obon menyajikan minuman itu untu mereka“Tah mangga ujang dileet mumpung haneut”

(Nah silahkan ujang, diminum selagi hangat) ujar abah obon“Muhun bah mangga”
(Iya bah terimakasih) ucap toni dengan suara gemetar, disaat itu juga cecep menepuk punggung toni memberi kode kepadanyaSaat itu mereka melihat bahwa abah obon memiliki bayangan saat terkena cahaya lampu minyak, cecep dan toni sedikit tenang mereka berpikir mungkin tadi hanya salah lihat saja“Bah ieu seungit naonnya? Meni nyegak”

(Bah ini wangi apa ya? Wangi nya kuat banget)
Tanya cecep kepada abah obon“Ohh ieu seungit kembang dipengker bumi jang, kembang kamuning”

(Ohh ini wangi bunga dibelakang rumah, itu bunga kemuning jang) jelas abah obon“Ohh kitu bah meni seungit pisan, sugan teh aya jurig pedah saur emak abimah pami kaambeu aya sengit kembang kamuning berarti aya jurig ngaliwat”(Ohh gitu bah wangi banget ya bah, kirain ada hantu, karena kata emak saya katanya kalo kecium bunga kemuning berarti ada hantu yang lewat)
Jelas cecep“Alahh bohong etamah ujang”
(Alah bohong itumah ujang)

Jawab abah obonSingkat cerita merekapun menikmati minuman hangat itu, berbincang tentang apapun yang terlintas dibenak mereka, sampai akhirnya cecep dan toni tidak bisa menahan kantuknya, mereka merebahkan diri dan terlelap dalam tidurnyaSuara binatang malam dan pepohonan yang tertiup angin menjadi teman mereka dalam tidur lelapnya.Dan tiba2 toni terbangun dari tidurnya, dia menengok kesebelahnya ternyata cecep sudah tidak ada disana, toni pun sontak terkejut mulai mencari temannya itu“Cep” ujar toni pelan sambil mencarinya, tapi kemudian terdengar suara dari belakang rumah, dari dapur tepatnya, suara itu seperti suara orang yang sedang makan, mengecap2 bibir dan terdengar pula suara kunyahannya“Saha eta nu ker didapur”
(Siapa itu yang sedang didapur)

Ujar toni sambil menuju kearah suara dengan langkah pelan dan tanpa suaraPerlahan dia mengintip dari pintu dapur,cahaya temaram dari lampu minyak, membuat toni bisa melihat bayangan orang itu sebelum dia bisa melihat orangnya, bayangannya seperti abah obon, terlihat dari bayangannya dia sedang memakan sesuatuMemegang makanan dengan kedua tangannya, kemudian menggigit dan menariknya untuk dimakan, seperti sedang memakan daging, mungkin itu daging kelinci sisa tadi pikir toniToni pun memberanikan diri untuk menghampirinya, dan memang benar itu aban obon, dia sedang asik makan, namun posisinya memunggungi toni yang saat itu menghampirinya“Bah nuju tuang? Nilangi cecep teu? Teu aya dilebet kamannya?”

(Bah lagi makan? Liat cecep ga? Gaada didalem kemana ya?)
Tanya toniNamun abah obon tetap asik menyantap makanannya, tidak menjawab pertanyaan toni menoleh pun tidak.Dan lagi toni bertanya
“Bahh, ningali cecep teu?”

(Bahh, liat cecep ga?) nadanya sedikit tinggi dan nyaringDan akhirnya abah obon yang sedang asik makan itu, berhenti mengunyah makanannya, menengok perlahan ke arah toni yang ada dibelakangnya saat ituSaat itu pula toni diam mematung seolah tidak percaya dengan apa yang dia lihat,toni lihat bola mata abah obon berwarna hitam sepenuhnya, mulutnya berlumuran darah dengan potongan daging yang masih dia gigit untuk dimakan Sungguh sosok yang sangat mengerikan,

suasana menjadi sunyi senyap, ketakutan seketika menyelimuti toni menerkamnya dalam sebuah situasi mencekam, jantungnya berdetak kencang seketika, apalagi saat dia lihat makanan yang dipegang oleh kedua tangan abah obonItu adalah cecep dengan leher terkoyak dan isi perut yang sudah berceceran keluar, toni tidak bisa bergerak sedikitpun seolah ada yang menahannya disana, ingin dia berlari tapi sulit untuk melangkahkan kakinyaKemudian abah obon yang ada dihadapannya itu menjatuhkan tubuh cecep yang sudah tidak bernyawa, dia bergerak maju kearah toni dan langsung loncat menerkam anak itu“Aaaaaaaaaaaaaa!!!!”

Teriakan toni memecah keheningan malam yang sunyi senyap ituPandangannya kosong, dia menatap lurus kedepan samar dia melihat atap rumah, tubuhnya terbaring dilantai rumah itu, dan anehnya tidak ada siapapun yang menerkamnya dia masih terbaring ditempat dia tidur tadiSegera toni menengok kearah samping dan cecep masih ada disana tertidur dengan pulasnya berselimut kain sarung, toni merasa lega ternyata yang baru saja terjadi hanyalah mimpiNamun saat itu juga toni mendengar suara yang sama seperti yang ada didalam mimpinya, suara orang yang sedang makan dari arah dapurToni merasakan keanehan saat itu, dia masih merasa ketakutan dari apa yang terjadi didalam mimpinya, segera dia membangunkan cecep, mengguncang tubuhnya yang tertidur pulas itu“Cepp,,hudang cep” 

(Cep..bangun cep) bisik toni sambil mengguncang tubuh cecepCecep pun membuka matanya, segera toni memberi isyarat kepada cecep untuk tidak bersuara, dan menyuruhnya untuk mendengarkan suara yang terdengar dari arah dapur“Hayu wang tempo, naon eta”

(Ayo kita lihat, apa itu) bisik toni, cecep yang masih kebingungan dengan apa yang sedang terjadi menurut saja apa yang dikatakan toniMereka berdua pun menuju kesana, berjalan perlahan berusaha tidak menimbulkan suara, dan mengintip perlahan dari pintu dapurToni berusaha mencari bayangan di dinding dapur tapi nihil, tidak terlihat bayangan darisana,

akhirnya toni memberanikan diri melangkah lebih maju kedepan.Dan terlihat disana abah obon yang sedang makan, memunggungi toni dan cecep, persis seeperti apa yang toni lihat didalam mimpinya. Namun ada hal yang berbeda seperti yang ada dalam mimpi, toni baru sadar bahwa abah obon tidak memiliki bayanganPadahal sangat jelas kursi yang dudukinya terlihat bayangannya dilantai dapur itu, seketika toni memberi kode kepada cecep menunjukan telunjuknya ke arah bayangan kursi dilantai Cecep langsung mengerti dan seketika ketakutan menyelimuti mereka,

kejadian itu terjadi begitu cepatnya. Saat itu juga abah obon berhenti mengunyah, mulai bergerak tapi hanya kepalanya yang bergerak menengok kearah toni dan cecep dibelakangnyaDan yang mengerikan adalah kepalanya memutar 180 derajat ke belakang, bola matanya berwarna hitam sepenuhnya, bibirnya tersenyum lebar menyeringai dengan darah berlumuran dan bau busuk yang seketika itu tercium menyengat Cecep dan toni diam terpaku masih terkesima dengan apa yang mereka lihat, aliran darah mereka semakin cepat, detak jantung nya semakin kuat dan teriakan mereka berdua saat itu memecah heningnya malam ditengah hutan utaraSegera cecep dan toni berlarian keluar dari rumah itu, perbekalan mereka tertinggal disana dan tidak terpikir untuk membawanya,

yang mereka pikirkan hanya lari sekencang dan sekuat tenaga mereka pergi dari tempat mengerikan ituTerdengar suara tawa yang mengerikan dari dalam rumah, saat cecep dan toni berlarian keluar dari pintu depan rumah, tiba2 angin bertiup kencang, pepohonan bergoyang dan menghasilkan suara alam yang mengerikan dibarengi lolongan anjing hutan dari kejauhanCecep memberanikan diri untuk menengok kebelakang, menengok rumah itu dan apa yang dia lihat saat itu bukan lah rumah tapi sebuah pohon besar tua yang rindang dengan akar2 tua yang menjulur sampai ketanah“Lumpattt ceceppp montong luak lieuk”
(Lari cecep jangan tengok kemana mana)

Teriaak toniMereka pun terus berlari tak tentu arah ditengah gelapnya hutan, hanya cahaya bulan purnama lah yang menjadi sumber cahaya saat ituSudah merasa cukup jauh berlari mereka berhenti, karena merasa lelah dan cecep merasakan sakit ditelapak kakinya karena tergores benda2 tajam saat berlari“Anjirr cape kela cicing heula, nyeri suku urng”
(Anjirr cape bentar berenti dulu,sakit kaki aku)
Ujar cecep dengan nafas memburu karena lela berlari“Enya cep sarua urng ge cape, aing masih keneh teu percaya kajadian bieu”

(Iya cep sama aku juga cape, aku masih belum percaya apa yang barusan terjadi)
Balas toniMerekapun memutuskan bersembunyi disana dibawah akar pohon besar, karena takut akan bertemu lagi dengan sosok ituSekitar satu jam berlalu mereka masih tetap disana karena merasa tempat ini aman dan berharap ada warga kampung yang mencari merekaNamun tiba2 cecep merasakan tidak enak perut dan merasa mualDan akhirnya cecep memuntahkan isi perutnya, semua makanan yang sudah dia makan tadi keluar seluruhnya dan baunya sangat busuk, menusuk hidung mereka berdua, sontak cecep merasa lemas sekaligus kaget dengan muntahnya ituTidak pernah dia mengalami hal seperti itu, dan ternyata toni juga menyusul dengan muntah yang sama berbau busuk, keadaan gelap saat itu membuat mereka tidak dapat melihat muntahnya hanya bisa merasakan begitu banyak makanan yang mereka muntahkan“Anjirr teu ngeunah beteung, bau kieu utah teh, saumur umur karak ayeuna utah kawas kieu”

(Anjirr gaenak perutt, bau gini muntah nya, baru kali ini aku muntah kaya gini)
Ujar toni sambil menutup hidung dengan pakaiannyaBegitu juga cecep dia tidak banyak bicara hanya diam menutup hidung sambil sesekali mengusap ngusap perutnya, dan lagi dia muntahkan isi perutnyaToni teringat bahwa dia membawa korek,segera dia merogoh disaku celananya, menyalakan korek dan terlihatlah muntahan mereka itu, sangat menjijikan dan banyak terlihat bulu2 binatang mirip seperti bulu kucing dan ularMereka kebingungan melihat itu, rasanya mereka tidak pernah memakan hal seperti itu, tapi teringat dengan kejadian yang baru saja terjadi, mungkin apa yang mereka makan bersama abah obon bukanlah seperti kelihatannyaTidak tahan dengan bau muntah mereka, toni dan cecep beranjak pergi dari tempat itu, melangkahkan kaki2 kecil mereka menyusuri lebatnya hutan didalam kegelapan malam“Ton ulah lumpat heeh, aing nyeri sukuna”
(Ton jangan lari ya, kaki aku sakit)

Ujar cecep“Enya moal cep, urng ge leles bieu utah meni kitu”
(Iyaa engga cep, aku juga cape tadi muntah kaya gitu)Mereka berdua benar2 ingin segera pulang dan menemukan jalan keluar, rasa putus asa mulai menyelimuti tapi toni dan cecep tetap saling menyemangati satu sama lain untuk bisa pulang ke rumah dan percaya bahwa mereka akan selamatMenit berganti jam, entah pukul berapa itu yang jelas telah melewati tengah malam. Dan tiba2 toni mendengar suara jeram air“Cep kadenge teu?”
(Cep kedengeran ga?)
Tanya toni

“Enya ton kadenge aya susukan”
(Iya ton kedengeran, ada sungai)
Jawab cecepMereka menajamkan pendengarannya, berjalan menuju arah sumber suara, dan akhirnya mereka berada ditepi sungaiAliran air dimalam hari terlihat gemerlap oleh pantulan cahaya bulan, suara jeram dan bebatuan disungai menjadi pemandangan yang memberikan harapan kepada mereka untuk menemukan jalan pulangSegera cecep  dan toni pergi ke tepi sungai, mengambil airnya untuk membersihkan mulut mereka dan juga meminumnya karena haus telah berjalan begitu jauhnya“Alhamdulillah manggih susukan, kumaha mun urng mapay sisi we, da pasti ujungna mah ka lembur”
(Alhamdulillah nemu sungai, gimana kalo kita susuri sungai ini, karena pasti ujungnya kita sampai dikampung)

Jelas cecepToni mengiyakan ajakan cecep dan mereka pun menyusuri tepi sungai, berjalan perlahan,meloncat dari batu kebatu,begitu sulit melaluinya dimalam yang gelap, kadang mereka terpeleset saat menginjak batu yang licin.“Cepp moal bener jalanna hese balik deui we ka leweung halan”

(Cepp gaakan bener jalannya sulit kita balik lagi aja masuk ke jalan hutan)
Seru toni“Enya hayu ton” balas cecepMereka pun berjalan kembali ke dalam hutan tapi tetap tidak jauh dari aliran sungai, berharap bisa mendapatkan jalan keluar darisana.Dan setelah perjalanan jauh yang mereka tempuh, merekapun mulai kehabisan tenaga untuk terus berjalan.Namun harapan yang meraka tunggu akhirnya ada dihadapan mata mereka, terlihat ada pemukiman penduduk, banyak rumah disana terlihat dari cahaya lampu minyak yang menyala didepan rumah2 itu,segera mereka berdua mempercepat langkahnyaSetelah mendekat ke pemukiman, mereka merasa asing dengan tempat itu, belum pernah sebelumnya mereka berdua memasuki pemukiman itu,

tapi itu tidak jadi masalah yang penting adalah mereka bisa mendapatkan pertolonganMereka berjalan memasuki gapura didepan pemukiman itu, berjalan memperhatikan rumah2 di kiri dan kanan mereka dan rupanya terlihat dari jendela rumahnya masih ada rumah yang penghuninya masih terjaga.Segera cecep dan toni mengetuk pintu rumah itu untuk meminta pertolongan.
“Assalammualaikum”

Ujar cecep sambil mengetuk pintu rumah ituDan tidak lama kemudian terdengar suara membuka kunci dari dalam kemudian pintupun terbuka.
“Bade ka saha ujang?? Wayah kieu?”
(Mau ketemu siapa ujang? Jam segini?)
Tanya orang itu, seorang wanita berusia sekitar 40tahunan membuka pintu rumahnyaMereka berdua menjelaskan bahwa mereka tersesat dihutan dan seterusnya sampai akhirnya bisa sampai kesana. 
Dengan iba wanita itu mempersilahkan kedua anak itu masuk.Cecep dan tonipun masuk kedalam rumah itu.“Ibu hatur nuhun tos diharturanan linggih”
(Ibu terimakasih sudah dipersilahkan masuk)
Ujar toni“Mangga ujang sok reureuh heula,karunya aduh kabayang budak aralit keneh sasab dileuweung”
(Silahkan ujang, silahkan istirahat dulu kasian sekali kalian anak2 kecil tersesat didalam hutan)

Jawab wanita itu“Ke enjing ku tatanggi ibu dianterkeun uihnya, ayeunamah tos wengi jaba karunya pasti cape,bisi bade barobomah tuh dikamar teu aya nu nempatan”(Nanti besok sama tetangga ibu diantar pulangnya yah,kalo sekarang sudah malam kasian pasti cape, kao mau tidur tuh dikamar yang kosong) jelas wanita itu“Muhun ibu haturnuhun pisan,Alhamdulillah tiasa mendakan lembur palih dieu”

(Iya ibu terimakasih, Alhamdulillah bisa sampai ke kampung ini)
Balas cecepAkhirnya mereka pun masuk ke kamar yang ditunjukan oleh wanita itu.Cecep dan toni pun merebahkan tubuhnya diatas kasur kapuk yang tergelar dilantai, merentangkan tubuhnya yang sudah sangat lelah dan pegal berjalan sekian jauhnya.

Namun ada yang berbeda dengan rumah itu, saat pertama menginjakan kaki disana cecep dan toni mencium wangi bunga yang harum sekali,mungkin minyak wangi dari wanita itu, wanginya tidak menyengat tapi membuat mereka berdua betah menciumnyaRasa lelah dan kantuk akhirnya mengantarkan mereka berdua kedalam tidurnya dan terlelaplah mereka dalam tidur yang nyenyak setelah perjalanan panjang yang mengerikanDalam tidur lelapnya,

tiba2 toni merasa ada yang mengguncang guncang tubuhnya,membangunkannya dari tidur nyenyaknya itu dan saat membuka mata itu adalah mang asep tetangga rumahnya,sontak toni kaget, bagaimana bisa mang asep bisa berada disana“Tonii hudang heyy hudangg!” 
(Toni bangun heyy bangunn) teriak mang asep sambil mengguncang tubuh kecil toni“Mang asep” seru toni, sambil kemudian bangun dan duduk, hal yang semakin membuat toni bingung adalah saat dia melihat ke sekeliling ternyata dia berada ditengah2 pekuburan dan dia sedang duduk diatas makam, begitu juga cecep yang sudah duduk disampingnyaDengan wajah kebingungan.

Singkat cerita mereka berdua akhirnya bisa pulang kerumah bersama mang asep.Sesampainya dikampung ternyata warga kampung sudah mencari mereka dari kemarin malam,namun tidak bisa menemukannya, hutan utarapun menjadi lokasi pencarian tapi warga tidak bisa menemukan mereka,hanya tas berisi perlengkapan mereka yang ditemukanAkhirnya cecep dan toni menjelaskan apa yang mereka alami kepada semuanya dan mereka tidak lagi2 sembarangan saat pergi kehutan apalagi ceroboh pergi ke tempat yang belum terjamah.“Tahh kituu jang”
(Nahh gitu jang) ujar om toni kepada saya sambil menyeruput kopi hitamnya.